NUSA KAMBANGAN — “Dulu sebelum masuk (lembaga permasyarakatan) semua saya kerjakan, enggak ada yang gak saya kerjakan, libas saja. Bahkan awal masuk pun saya masih nakal di dalam,” aku Cherly Utama Putra (35), warga lapas Kelas IIA Kembang Kuning, Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, kepada Tim Dompet Dhuafa, Rabu (4/9/2019) lalu.
Pria asal Bengkulu tersebut telah menjalankan masa tahanan keseluruhan selama 12 tahun, tujuh tahun sebelumnya di Sumatera dan kini di Nusa Kambangan. Dengan lega, Cherly juga mengatakan bahwa tahun ini masa tahanannya akan berakhir dan sedang tahap proses pengurusan administrasi.
“Penyesalan pasti ada, anak – istri sudah pasti terpisah. Syukur Alhamdulillah, saya merasa saat ini jauh lebih baik dari kehidupan atau tingkah laku saya sebelumnya. Saya juga ingin menunjukan yang lebih baik lagi. Satu kali dalam sebulan saya jalin komunikasi via telepon dengan anak saya yang kini duduk di bangku SMP. Ia belum pernah besuk sedari awal masuk lapas. Lagipula jauh di Bengkulu,” aku Cherly.
Ia bersyukur kini telah lancar membaca Al-Quran, mengerti sunnah dan fardhu sholat. Sebelumnya ia sama sekali tidak tahu tentang Islam. “Sekarang ilmu pengetahuan kami pelajari terus, belajar menjadi lebih baik. Di sini ada program kamar santri, dengan tiap ustadz atau pengajar yang datang berbeda-beda. Rutin seminggu 4 kali, mempelajari tafsir quran, tajwid dan sebagainya. Selain agama, ada mulai berjalan program pemberdayaan seperti membatik juga”.
Di Nusa Kambangan, Dompet Dhuafa memeringati Muharram dalam rangka semarak Tahun Baru Islam yang jatuh pada 1 September 2019. Program dan kegiatan kali ini juga ditujukan untuk memfasilitasi warga binaan yang berikhtiar dalam kebaikan dengan menyalurkan wakaf Al Qur’an sebanyak 100 Qur’an, dan bersama IMS (Islamic Medical Service) dengan sinergi program hapus tattoo pada tubuh.
“Hukuman saya panjang, perkara saya ada lima. Dari kasus narkotika, senjata api, dan lainnya. Saya rasa kita hidup juga tidak mau selamanya seperti itu, sekarang lebih sadar memaknai hidup, ingat mati juga. Sebelumnya tidak pernah tahu, libas saja kalau berbuat kenakalan,” ungkapnya lagi.
Cherly telah mengikuti program hapus tattoo yang kedua kali. Ia tunjukan bahwa tatto-nya banyak, di badan, tangan dan kaki. Jiwa muda Cherly ingin mencoba memiliki tattoo, sekarang ia hapus. Karena merasa sudah tidak benar-benar nyaman dengan kehidupannya kini.
“Tatto ini pun salah satu penyesalan. Tidak ada hasilnya, makan di warung, naik bus masih bayar. Selain sulit untuk mencari pekerjaan, pandangan masyarakat awam pun sudah buruk ke kami, apalagi kami pernah hidup di penjara,” lanjutnya.
“Aku niat lillahi ta’ala ingin hijrah, jadi walaupun proses hapus tattoo-nya juga lama berkali-kali, saya tetap mau hapus. Program ini juga sangat bagus, membantu bagi orang-orang yang ingin hijrah dalam menghapus tattoo. Karena biayanya cukup mahal jika dilakukan sendiri,” ujarnya.
“Tinggalkan saja kerja-kerja enggak bener, tinggalkan karena hanya janji semata. Penyesalannya pasti datang menghantui, tinggal merenungi nasib saja. Tinggalkan deh, karena terpisah dari keluarga, anak, dan istri itu sudah pasti. Jauh dari teman-teman juga itu pasti,” tutup Cherly. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)