Ramang Ramli: Sulap Sampah Menjadi Berkah (Bagian Satu)

BANYUWANGI, JAWA TIMUR — Sejak 2009, aktivis lingkungan dan sosial yang bernama lengkap Ramang Ramli Rakasiwi (54), mengajukan diri kepada pemerintah daerah Banyuwangi untuk mengelola program Rumah Kompos yang bertempat di Desa Ujung Jl. Tiga Berlian, Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Banyuwangi, Kabupaten Banyuwangi. Ia menginisiasi gerakan menanam pohon mangrove dan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos organik. Kemudian pupuk tersebut digunakan untuk menanam sayur organik seperti sawi, kangkung, yang apabila dijual, harganya sama dengan harga di pasar, tetapi kualitas lebih baik, karena organik.

“Saya ingin mengaktifkan rumah kompos ini agar dapat berdaya maksimal. Saya juga dapat bibit bantuan dari pemerintah setempat, maka jika warga membeli atau ada yang minta tidak apa-apa, tinggal ambil saja. Karena banyak juga yang ikut menanam. Tentunya agar masyarakat menengah ke bawah tidak sekedar bias merasakan rasa, tapi juga tahu cara menanam sayur organik,” pungkas Ramli, kepada tim Dompet Dhuafa saat bersilaturahmi ke Rumah Kompos, Jum’at (2/11/2018).

Programnya terus meluas, pada 2012 dengan didirikan tempat Mandi Cuci Kakus (MCK) sebagai fasilitas umum di area tersebut. Ramli menuturkan, “Sebagai rawa, dulu tempat ini sangat bau sekali dan sering terjadi banjir rob. Namun saya coba mulai dengan penanaman mangrove. Belum lagi konflik wilayah, terus tergusur. Awalnya tempat ini kan laut, lalu direklamasi,” ungkap Ramli.

Ia juga menjelaskan di rumah kompos tersebut limbah MCK diolahnya menjadi gas dan berguna sebagai bahan bakar memasak. Kemudian instalasi air limbah juga terfilter. Sehingga yang terbuang ke sungai tidak lagi kotor.

Kini kondisi Ramli juga tak lagi sama, sejak 2016 ia terserang penyakit stroke dan serangan kedua pada 2018 semakin melemahkan fisiknya. Namun keinginannya hanya bertujukan untuk mengabdikan diri, tentang apa yang ia bisa lakukan untuk orang banyak. Karena Ramli meyakini akibat dari sampah itu juga sangat berbahaya pengaruhnya bagi makhluk hidup, khususnya bahan plastik. Apabila bahan tersebut hancur dan terhirup akan beracun, dan yang terbuang ke laut akan meracuni hewan laut yang mengkonsumsinya.

“Sampah memang terlihat tidak ada nilainya. Jika kita pahami dampaknya berbahaya. Namun jika kita pelajari ternyata manfaatnya juga banyak. Saya bisanya hanya ‘bermain’ dengan sampah dan pertanian, tapi saya suka,” aku Ramli.

Ia berprinsip, bekerjalah dengan tulus, maka manfaat akan tercipta dan uang pun kita dapat. Karena jika bekerja hanya berpikir tentang uang saja, maka hakikat manfaatnya akan hilang. “Mengolahnya, kemudian saya dapat uang. Hasil tersebut saya sumbangkan pada orang lain. Tidak apa saya sisanya saja,” jelas Ramli.

Ia juga berpesan, “Pergilah kemanapun, sambil eksplor potensinya. Boleh tinggalkan jejak, bukan meninggalkan sampah,” pungkasnya. (Dompet Dhuafa/Dhika Prabowo)