JAKARTA — Jumlah penderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mengalami peningkatan pada pertengahan Februari ini. Jika sebelumya pada 29 Januari tercatat 13.683 orang terjangkit penyakit tersebut di seluruh Indonesia. Kemudian, sekarang jumlahnya menjadi 20.321. Jumlah tertinggi masih berada di Jawa Timur, yakni 3.074, diikuti Jawa Barat dengan 2.461, NTT dengan 1.957, Lampung dengan 1.483, dan Jawa Tengah dengan 1.333.
Sosialisasi tentang pencegahan akan bahaya penyakit tersebut terus-menerus digencarkan. Baik oleh pemerintah maupun dari non-pemerintahan sebagaimana yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa. Mengingat wabah penyakit DBD tidak hanya banyak terjadi saat curah hujan sedang tinggi. Tidak menutup kemungkinan DBD dapat terjadi pada musim kemarau.
“Sekarang ini 10 Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC) Dompet Dhuafa di Indonesia sedang mengupayakan bagaimana menurunkan tingkat penyebaran DBD. Pertama, sosialisasi 3M Plus dan meningkatkan awareness perihal DBD tersebut. Jadi jangan cuma sekedar formalitas untuk menanda tangani bukti pemantauan jentik. Akan tetapi harus benar-benar sadar kalau penyakit DBD berbahaya. Kedua, baru saja kami mengirim 500 kelambu ke Lombok. Kemudian juga mendampingi para warga yang sudah terkena penyakit DBD untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak,” ujar dr. Rosita Rivai, selaku General Manager Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa, saat ditemui di ruang kerjanya, pada Rabu (20/2/2019).
Sosialisasi tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat perihal kesehatan, agar tidak terjangkit penyakit DBD. Mengingat beragam upaya sosialisasi sudah dilakukan baik dalam bentuk penyuluhan ataupun berupa publikasi dalam bentuk literasi maupun grafik. Namun masih saja ada warga-warga yang terkena penyakit tersebut. Lantaran kesadaran masyarakat tentang kesehatan masih minim.
“Kesadaran masyarakat itu kurang. Walaupun pemerintah sudah berusaha memberikan fogging atau lain-lain, tapi kalau tingkat kesadaran masyarakat kurang. Maka sulit untuk bebas dari wabah DBD,” lanjut dr. Rosita Rivai.
Melihat fenomena tersebut, dr. Rosita menganjurkan agar semua pihak dan kalangan masyarakat ikut serta peduli terhadap kasus tersebut. Karena tidak mungkin masyarakat yang bebas dari nyamuk DBD tanpa partisipasi siapapun. Terutama pemerintah.
Pemerintah sebagai penentu kebijakan dapat membuat semacam regulasi guna memberikan efek jera dan juga fungsi mengedukasi.
“Jika harus menggunakan regulasi dalam penanganan penyakit DBD, tidak apa-apa. Semisal jika ada warga yang terbukti bahwa di tempat tinggalnya ada jentik. Maka seharusnya dikenakan sangsi atau denda. Selain itu juga memberikan tanaman, agar nyamuk-nyamuk tidak datang dan berkembang biak di sekitaran rumah warga tersebut,” tutup dr. Rosita Rivai. (Dompet Dhuafa/Fajar)