Saat Semangat Kerelawanan Memanggil

Tim kemanusiaan Dompet Dhuafa bersama tim gabungan yang terdiri dari Basarnas, BPBD, dan TNI melakukan evakuasi korban longsor Banjarnegara di Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara. (Foto: Dokumentasi Dompet Dhuafa)

Saat bencana tiba, seperti Longsor di Banjarnegara belum lama ini, kerusakan fisik acapkali mengikuti. Berbagai fasilitas seperti rumah, tempat ibadah, dan infrastruktur jalan umumnya rusak dan lumpuh. Warga sekitar lokasi bencana pun menjadi insan terdampak bencana. Ada yang meninggal, ada pula yang selamat namun kehilangan anggota keluarga dan barang berharga.

Tidak pelak, bencana memanggil kepedulian kita sebagai sesama manusia. Atas nama kemanusiaan, tidak sedikit elemen masyarakat, baik individu maupun lembaga, berempati merespons atas bencana yang terjadi. Mereka berbondong-bondong berdonasi, secara langsung maupun melalui lembaga kemanusiaan, sebagai bentuk kepeduliaan.

Berbicara mengenai bencana, bagaimanapun, kita tidak bisa lepas dengan istilah sukarelawan (volunteer) atau relawan. Mereka adalah orang yang rela turun tanpa pamrih untuk membantu para korban atau warga terdampak bencana di lokasi kejadian.

Mereka, para relawan, bahkan kerap menghadapi berbagai hal yang berbahaya dalam menjalankan tugas keralawanannya. Nyawa mereka pun menjadi taruhan. Bila gugur, insya Allah, mereka gugur dalam kebaikan lantaran sedang menjalankan tugas nan mulia.

Doa serupa pun kita panjatkan kepada salah seorang relawan longso Banjarnegara bernama Ahmad Nurdin yang meninggal pada Selasa (16/12) malam di RSUD Hj. Lasmanah Sumitro Kolopaking, Banjarnegara. Menurut sumber anggota Search and Rescue (SAR) di lokasi kejadian, relawan yang berasal Magelang tersebut meninggal saat menurunkan eskavator dari atas truck.

Salam hormat kepada para relawan bencana yang selama ini membantu para korban. Sungguh, kita harus berterima kasih kepada para relawan yang mau bahu-membahu menolong sesama bahkan kerap hingga mempertaruhkan nyawa.

Menjadi relawan adalah sebuah keterpanggilan jiwa. Sebagai mahluk sosial, sejatinya setiap orang ingin membantu sesama yang kesulitan semampu kemampuan yang dimiliki. Hal inilah yang dirasakan Ombing (34), salah seorang relawan longsor Banjarnegara yang bergabung bersama tim kemanusiaan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa di Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara.

“Ada kepuasaan tersendiri saat terjun menjadi relawan membantu sesama di lapangan. Ada sesuatu yang beda saat terjun langsung membantu,” kata Ombing, Rabu (17/12) di posko Dompet Dhuafa di Desa Ambal, Kecamatan Karangkobar, Banjarnegara.

Sejak Ahad (14/12) lalu, Ombing yang berasal dari Jakarta ini meluncur bersama DMC Dompet Dhuafa ke lokasi bencana. Ombing bergabung bersama relawan lainnya dalam tim evakuasi. Selama tiga hari, Ombing bersama tim gabungan berjibaku mencari para korban longsor yang belum ditemukan.

Pria yang sehari-hari berprofesi sebagai wiraswasta ini menuturkan, aktivitas kerelawanan sudah ia lakukan sejak tahun 2004. Saat itu, ia bergabung menjadi relawan Tsunami Aceh.

“Setelah itu lanjut relawan saat bencana Merapi Jogja, Gempa Padang, Kelud, Sukoi, dan banjir Jakarta,” ka Ombing.

Ombing mengakui, menjadi relawan tidak hanya soal modal kepedulian. Relawan juga harus mempersiapkan mental, fisik, kesehatan, dan pengetahuan. Dengan begitu, keberadaannya akan sangat maksimal dalam membantu korban.

“Mental terutama. Harus dipersiakan segala sesuatunya. Saya pun begitu. Saya selalu ikut berbagai pelatihan penanganan kebencanaan. Belajar dari para senior,” jelasnya.

Aktivitas kerelawanan tidak pelak sering meninggalkan keluarga dan kehidupan sehari-hari. Jauh dari keluarga dan rentan terhadap penyakit. Ombing pun menyarankan agar selalu menjaga kesehatan salah satunya dengan teratur dalam makan.

“Jangan sampai kita malah merepotkan para korban karena kita sakit,” jelas Ombing.

Setiap hendak berangkat menjadi relawan, Ombing senantiasa meminta izin dan doa dari orang tua. Izin dan ridho orang tua akan menjadi kekuatan selama menjalani tugas kerelawanan di lokasi bencana. “Tentu. Meminta izin orang tua. Alhamdulillah, selalu diizinkan,” ujarnya. (gie)