SEULAS senyum mengembang dari bibir Safruddin Hanasi (35). Pria asli Gorontalo ini berulangkali memandangi tanaman Jati Emas dan Kakao yang tumbuh segar di sela-sela pohon pinus di Desa Pontolo, Kwandang, Gorontalo Utara, Propinsi Gorontalo. Tangannya menggenggam buah pala yang dipetiknya dari tempat yang sama. Di area ini tumbuh 2641 buah aneka tanaman produkti yang dikelola bersama 32 warga lokal yang notabene warga miskin. Setiap dari mereka menjadi perawat atas tanaman-tanaman itu dengan insentif Rp 100.000 rupiah setiap bulan selama 2 tahun. Harapannya, tidak lama lagi ketika kayu dan buah-buah bernilai mahal itu dipetik, mereka akan segera mendapatkan peningkatan penghasilan dan selanjutnya menanam lagi, begitu seterusnya.
Safruddin dulunya adalah Pemuda Teladan tingkat Provinsi Gorontalo yang belajar tanaman Jati Emas ketika mengikuti Program Pertukaran Pemuda Antar Provinsi ke Ambarawa, Jawa Tengah, tahun 1995 silam. Kembali ke Gorontalo, dirinya langsung menanami lahan-lahan tidur milik warga desa yang dibiarkan kosong. “Saya bagi hasil dengan warga pemilik tanah. Kelak kalau sudah panen, mereka akan diberikan bagian hingga setengah,” katanya berujar.
Lain halnya Mulhat Ali Nur (40), seorang pengasuh Pondok Pesantren bernama Fajrul Karim di daerah Ciomas, Banten. Pria lulusan salah satu Universitas di Yaman ini mengasuh sekitar 30 orang anak santri penghafal Al-Quran yang berasal dari keluarga miskin. Di Pondok Pesantren gratisnya itu, dia juga menanam ratusan pohon Mangga yang saat ini sudah mulai berbunga. Sejak 8 bulan lalu, setiap bulan selama 2 tahun kedepan Mulhat Ali Nur dan santrinya mendapatkan insentif atas perawatan Mangga-Mangga tersebut. “Selanjutnya jika kelak Insya Allah panen, kami akan bisa hidup dari hasil panen ini,” ungkapnya.
Di Banten, selain di Ciomas, masih ada dua tempat serupa masing-masing di daerah Cilegon dan Serang. Di Jawa Barat, lokasi serupa juga ada di Cileungsi dan Cianjur. Sementara di Sulawesi, selain Gorontalo, ada di Bone (Sulawesi Selatan) dan Kendari (Sulawesi Tenggara). Puluhan keluarga miskin diberikan bibit pohon produktif secara gratis, diberikan insentif perawatan selama 2 tahun dengan harapan setelah itu mereka semua mandiri dan bisa berdikari dari hasil panen buah atau penjualan kayu tersebut.
“Sedekah Pohon”, demikian nama program tersebut. Ide dasarnya sederhana, yakni bagaimana membuat program pemberdayaan keluarga tidak mampu berbasis penghijauan. Program ini juga adalah jembatan bagi para orang kaya di kota-kota besar yang ingin menanam namun tidak mampu mewujudkan karena tidak ada lahan dan tidak bisa merawat. Dengan “Sedekah Pohon”, si kaya di kota cukup berdonasi 100 ribu untuk sebatang pohon produktif plus perawatan selama 2 tahun.
“Pohon yang dipilih diantaranya adalah pohon buah berkayu dengan jangka berbuah pendek, seperti belimbing dan mangga,” terang M. Arifin Purwakananta, Direktur Penghimpunan Dompet Dhuafa yang kala itu masih menjabat Direktur Program yang membidani lahirnya Program Sedekah Pohon.[akhsin]