Keharaman daging babi sudah menjadi perintah Allah dan keyakinan bagi umat muslim sejak zaman Nabi Muhammad Saw saat kitab suci Al-Qur’an mulai diturunkan. Namun hingga 1300 tahun setelah Rasulullah wafat, tak sedikit umat muslim yang masih menganggap bahwa itu hanyalah perintah agama, tidak berpengaruh pada kesehatan manusia secara nyata. Padahal, di balik larangan tersebut ada alasan ilmiah kenapa daging babi diharamkan. Bagaimana penjelasannya?
Larangan Makan Daging Babi dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 173, Allah Swt menyebut bahwa Dia mengharamkan daging bagi untuk dimakan. Tak hanya daging babi, dalam ayat tersebut Allah juga mengharamkan bangkai, darah, dan binatang yang disebut tanpa menyebutkan nama-Nya. Tak main-main, Allah melarang umat Islam memakan daging babi dengan bunyi ayat yang sama dalam A-Qur’an di tiga surah berbeda, yakni di surah Al-Baqarah, surah Al-Maidah, dan surah An-Nahl.
Baca juga: Apa Hukum Makan Daging Kurban Sendiri?
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.”(QS. Al-Baqarah: 173)
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-Maidah: 3)
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.” (QS. An-Nahl: 115)
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa Allah Swt sangat melarang umat-Nya untuk mengonsumsi daging babi. Tentu menjadi pertanyaan besar di benak umat Islam kenapa daging babi diharamkan bagi mereka, sebab di dalam Al-Qur’an Allah tidak menjelaskan secara gamblang mengapa Dia mengharamkan daging babi dimakan oleh umat Islam. Namun seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, alasan kenapa daging babi diharamkan mulai bisa dijelaskan secara ilmiah.
Baca juga: Pertama Kali, Ibu Ika Merasakan Daging Kurban Setelah 8 Tahun Mualaf
Alasan Ilmiah Kenapa Daging Babi Diharamkan
Menurut Harry Freitag, Dosen Program Studi Gizi Kesehatan Universitas Gadjah Mada (UGM) daging babi dianggap berbahaya karena adanya potensi infeksi cacing pita. Harry menjelaskan bahwa daging babi memiliki risiko parasit yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging hewan lainnya.
“Jadi, daging babi memiliki risiko tinggi mengandung parasit Trichinella spiralis atau roundworm, Taenia solium atau tapeworm, dan Toxoplasma gondii,” kata Harry dikutip dari Kompas.com.
Namun demikian, Harry menyebut bahwa seiring berkembanganya kemodernan zaman, kasus cacing pita pada daging babi mulai berkurang. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah adanya cacing pita pada daging babi adalah dengan memasak daging sampai benar-benar matang.
Sejalan dengan Harry Freitag, Dokter Spesialis Gizi Klinik MRCCC Siloam Hospital, Jakarta Selatan, dr Inge Permadhi juga mengungkapkan bahwa daging babi bisa menimbulkan infeksi parasit yang disebabkan oleh cacing pita dan cacing Truchinella Spiralis.
“Daging babi juga berisiko menyebabkan infeksi parasit, sehingga tidak boleh dikonsumsi mentah atau setengah matang,” ucap Inge.
Baca juga: 4 Alasan Boleh Bagikan Daging Kurban untuk Non Muslim
Agar tidak terkena infeksi dari parasit, Inge menyarankan agar daging dimasak hingga benar-benar matang. Hal ini kemudian menjadi pembeda antara daging babi dan daging sapi, di mana daging sapi bisa dimakan setengah matang atau mentah, sedangkan daging babi tidak.
Sementara itu, sejumlah gejala yang timbul bagi seseorang yang terinfeksi parasit cacing pita dijelaskan oleh Dokter Spesialis Ahli Gizi, dr Samuel Oetoro. Menurutnya, orang yang terinfeksi cacing pita akan sulit untuk menjadi gemuk dan kekurangan sel darah merah. Selain itu, Samuel juga mengungkapkan bahwa infeksi parasit cacing pita umumnya terjadi pada anak-anak, dan sangat jarang dialami orang dewasa.
Struktur Daging Babi Mirip dengan Daging Manusia
Namun seiring kemajuan teknologi, argumen tentang cacing pita dalam daging babi jadi sangat mudah untuk dipatahkan. Para ahli mulai menemukan cara agar cacing pita bisa hilang dari daging babi, yakni dengan menerapkan pengolahan dan pensterilan daging yang baik. Lantas, adakah penjelasan ilmiah lain kenapa daging babi diharamkan?
Mengutip Kementerian Agama Sumatra Barat, ada banyak fakta ilmiah yang menjelaskan soal akibat buruk memakan daging babi. Salah satunya adalah struktur DNA daging babi memiliki kemiripan dengan struktur DNA manusia, baik struktur internal maupun struktur DNA kulit luarnya, sehingga tak heran apabila daging babi sering digunakan sebagai pengganti anatomi manusia dalam praktik mahasiswa kedokteran. Kesamaan struktur tersebut membuat daging babi sulit dicerna oleh proses metabolisme tubuh manusia. Daging babi punya back fat yang tinggi dan mudah mengalami oxidative rancidity, sehingga secara struktur kimia tidak layak dikonsumsi.
Baca juga: Apa Hukum Pembagian Daging Kurban Olahan?
Alasan ilmiah lainnya dijelaskan oleh Prof. Rachman Noor, Pakar Genetika Ternak dalam bukunya yang berjudul “Rahasia dan Hikmah Pewarisan Sifat.” Disebutkan dalam buku tersebut bahwa babi memiliki tingkat kesamaan SINE (Short Intersperse Nucleotide Element) dan LINE ( long Intersperse Nucleotide Element) yang sangat tinggi dengan manusia, sehingga memakan daging babi dapat dinilai sama seperti kanibal dan dikhawatirkan bisa mengakibatkan kelainan pada generasi berikutnya.
Di sisi lain, babi adalah binatang yang memiliki air seni melimpah, sehingga air seni tersebut masuk ke dalam darah, bahkan mengotori dagingnya. Akibatnya, bau daging babi sedikit lebih amis dibandingkan dengan daging sapi atau hewan lainnya. Selain itu, kandungan asam urat pada daging babi juga lebih besar jika dibandingkan dengan hewan lain. Jika dikonsumsi, asam urat akan menjadi sampah dalam darah. Asam urat sendiri terbentuk dari akibat metabolisme yang tidak sempurna yang diakibatkan oleh kandungan urine dalam makanan. Secara normal senyawa ini dikeluarkan sebagai kotoran, dan 98 persen asam urat dalam tubuh dikeluarkan melalui urine dan dibuang melalui air seni.
Wallahu a’lam bissawab..