Semangat Tamam Rabuk Ajak Rekan Sesama Tunanetra Mandiri

Tamam Rabuk (berkacamata) saat akan memijat pasien di tempat pijat refleksi miliknya di Tangerang Selatan. (Foto: Slamet/Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa)

Terlahir tunanetra tidak membuat Tamam Rabuk (41) putus asa. Ia bahkan membentuk Persatuan Tunanetra Asri (Pertunas) pada 2007 di Tangerang Selatan. Melalui Pertunas, Tamam ingin menanungi teman-teman sesama tunanetra khususna di kawasan Tangerang Selatan.

Alasan lain Tamam mendirikan Pertunas adalah menurutnya belum adanya organisasi tunanetra yang benar-benar dikelola oleh para tunanetra sehingga banyak kegiatan yang kurang memperhatikan keadaan anggotanya. Pada akhirnya, banyak anggotanya yang tidak lagi aktif mengikuti kegiatan di organisasi tersebut. Akibatnya banyak dari mereka yang tidak memiliki kegiatan yang jelas dengan tingkat keimanan yang cenderung menurun.

Melalui Pertunas ia ingin mengajak rekan-rekannya sesama tunanetra untuk dapat mandiri dan belajar bersama agar dapat menjadi manusia yang sukses di dunia dan akhirat. Bersama rekan-rekannya di Pertunas, ia mencoba untuk menerapkan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mempererat tali silaturahim dan memperkuat keimanan, seperti pertemuan bulanan, arisan, salat malam bersama, pengajian dan peringatan hari besar Islam.

“Prinsipnya dalam merancang kegiatan-kegiatan tersebut adalah lebih baik buta mata daripada buta hati, sehingga tujuan utama dari menjalankan berbagai kegiatan tersebut adalah agar para tunanetra tidak melupakan Sang Pencipta,” ujarnya.

Sebagian kegiatan ini mereka jalankan secara swadaya dengan biaya dari iuran masing-masing anggota. Lancarnya kegiatan dengan manfaat yang terasa terhadap anggotanya membuat organisasi ini terus berkembang hingga saat ini. Jumlah anggotanya pun terus bertambah, ketika didirikan Pertunas hanya beranggotakan 10 orang dan hingga saat ini telah mencapai 70 orang yang berasal dari wilayah Jabotabek. Selain itu, perintisan kegiatan menabung seperti koperasi simpan pinjam yang ia canangkan sudah mulai berkembang walaupun masih sedikit anggota Pertunas yang ikut dalam koperasi tersebut.

Mimpinya untuk memajukan kehidupan para tunanetra tidak hanya sampai pada pendirian Pertunas dan koperasi, tetapi juga masih ada impian yang lebih besar, yaitu mendirikan panti pijat tunanetra dengan fasilitas yang lengkap. Impian tersebut muncul karena rasa cemas melihat persaingan usaha panti pijat tunanetra yang semakin terdesak oleh usaha sejenis yang dijalankan oleh orang normal dengan modal dan fasilitas yang jauh lebih baik. Akibat dari persaingan tersebut, banyak para tunanetra yang beralih profesi menjadi pedagang kerupuk.

Lemahnya permodalan usaha yang dimiliki oleh para tunanetra adalah faktor utama yang membuat kegiatan usahanya terhambat. Sejak adanya Program Tunanetra Berdaya yang dilaksanakan oleh Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa yang dimulai awal tahun 2013, ia merasa bersyukur karena rekan-rekannya dapat mengembangkan kegiatan usahanya. Ia pun menginginkan apabila mitra-mitra yang mengikuti program dapat bersatu dan membentuk sebuah koperasi simpan pinjam dari modal yang kemudian dikelola bersama-sama agar dana yang telah diberikan dapat terus bermanfaat. (slamet/gie)