KALIMANTAN TENGAH – Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah terkenal sebagai salah satu kabupaten yang menghasilkan kerajinan anyaman lokal dari tanaman “Purun”. Tanaman ini merupakan jenis endemik di kawasan gambut berupa tumbuhan rumput liar di sekitar rawa.
Lebih dalam mengenai purun, tanaman ini merupakan sejenis rumput teki-tekian (family cyperaceae) yang memiliki batang lurus berongga dan tidak berdaun. Kebanyakan orang menganggap tanaman ini hanya sebatas tumbuhan gulma yang keberadaannnya menggangu pertanian.
Namun berbeda dengan masyarakat di Kalimantan Tengah. Mereka menyulap purun menjadi sesuatu yang bernilai budaya dan ekonomi. Masyarakat yang berada di kawasan lahan gambut telah lama memanfaatkan purun sebagai bahan baku kerajinan tangan. Beberapa produk yang dihasilkan dari tanaman ini antara lain: tikar, topi, keranjang, tas, bakul, dan lainnya.
Di Desa Pematang Panjang, Kecamatan Seruyan Hilir Timur, Kabupaten Seruyan, Dompet Dhuafa berhasil mengembangkan kerajinan ini sehingga terus memiliki nilai ekonomi. Upaya ini dibalut dalam program Serambi Budaya Dompet Dhuafa, yaitu program pelestarian budaya dan pemberdayaan masyarakat pegiat budaya. Setelah 7 (tujuh) bulan berjalan sejak diresmikannya pada Kamis (31/3/2022) lalu, program ini pun dirasa semakin berkembang.
Sebanyak 10 (sepuluh) ibu-ibu pengrajin purun yang tergabung dalam Serambi Budaya ini terus berdaya. Mereka adalah para pengrajin yang sudah lama menggeluti keterampilan purun. Dari sepuluh anggota tersebut akan terus dikembangkan dengan menggaet dan memberdayakan ibu-ibu lainnya yang kurang dari segi ekonomi.
Tim Program Dompet Dhuafa Kalimantan Tengah, Puji Siswanto mengungkapkan, para anggota Serambi Budaya Kalimantan Tengah terus aktif setiap hari merakit anyaman purun. Untuk pemasarannya, Dompet Dhuafa Kalteng bekerjasama dengan pemerintah-pemerintah daerah. Selain dijual pada pasar tradisional, produk-produk purun juga dipasarkan secara digital melalui kanal-kanal daring. Puji menyebut, produk yang paling banyak diminati di pasar adalah tas. Produk ini juga sudah sering tampil di pameran-pameran UMKM dan budaya.
“Kecamatan Seruyan Hilir Timur memiliki banyak wilayah perairan. Daerah ini sebagian besar merupakan daerah rawa dan hitan gambut. Tak heran, hingga saat ini, masih banyak masyarakatnya yang masih terus aktif memproduksi anyaman purun sebagai mata pencaharian utama. Melalui program Serambi Budaya, Dompet Dhuafa hadir ingin menghimpun masyarakat yang memiliki kemampuan seni tinggi, namun terkendala dengan biaya modal maupun akses pemasaran,” terang Puji, saat ditemui di Kantor Dompet Dhuafa Kalteng, Kelurahan Langkai, Kecamatan Pahandut, Kota Palangka Raya, pada Kamis (10/11/2022).
Baca Juga: Dompet Dhuafa Resmikan Serambi Budaya untuk Kesejahteraan Masyarakat Kalimantan
Untuk harga hasil kerajinan purun sangat bervariasi sesuai tingkat kreativitas dan kesulitannya. Misalnya saja untuk harga tas junjing dipatok dengan harga mulai Rp20.000 hingga Rp50.000. Tidak jarang, para anggota mendapat pesanan dengan jumlah yang besar.
Guna meningkatkan kualitas dan kapasitas tiap anggota, Dompet Dhuafa bersama berbagai pihak lainnya terus melakukan pendampingan. Selain itu juga terkadang melakukan pembinaan dengan menghadirkan pelatihan oleh narasumber khusus sesuai bidangnya. (Dompet Dhuafa / Muthohar)