Setahun Gempa Lombok, Ini 6 Fakta Menarik Di Baliknya

MATARAM — Tepat pada Senin (5/8/2019) lalu, merupakan setahun gempa bumi mengguncang wilayah Lombok dan sekitarnya. Gempa dengan kekuatan magnitude 7 SR, mengguncang pada Minggu malam, 5 Agustus 2018. Guncangannya juga terasa hingga Pulau Bali dan Sumbawa. Setahun sudah berlalu, meskipun kehidupan belum pulih 100% seperti sebelum terjadinya bencana. Nah, seperti apa kondisi Lombok saat ini? Berikut 6 fakta menarik dibalik kejadian pilu setahun lalu:

1. Merupakan Gempa Susulan
Sebelum gempa berkekuatan 7 SR, Pulau Lombok lebih dahulu diguncang gempa berkekutan lebih kecil. Tepatnya pada 29 Juli 2018, di wilayah timur Lombok, berguncang gempa berkekuatan 6.4 SR. wilayah lereng Gunung Rinjani, seperti Kecamatan Sembalun menjadi wilayah terdampak paling besar. Setidaknya 20 orang dinyatakan meninggal dunia lantaran gempa pertama. Dompet Dhuafa menjadi lembaga kemanusiaan pertama yang menerjunkan relawannya di wilayah tersebut. Mereka membantu masyarakat mendirikan pengungsiaan dan mengoordinasi alur bantuan dari luar.

Tak disangka, seminggu setelahnya, pada 5 Agustus 2018, gempa lebih dahsyat terjadi. Kali ini mengguncang wilayah utara dan barat. Kerusakan semakin hebat, korban berjatuhan bertambah. Bahkan rumah sakit yang menjadi sentra medis, turut rusak tak dapat dipergunakan.

2. Korban Jiwa Mencapai 226 Jiwa
Karena gempa 7 SR pada 5 Agustus 2018, setidaknya 226 jiwa melayang. Kabupaten Lombok Utara menjadi wilayah paling terdampak. Kecamatan Tanjung, sebagai pusat kota menjadi sepi bak kota mati. Semua warga mengungsi mengamankan diri. Ladang pertanian disulap menjadi jajaran tenda, tempat warga penyintas mencari rasa aman.

Dompet Dhuafa bergegas menerjunkan tim relawan di wilayah paling terdampak. Tidak jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Lombok Utara, di Kecamatan Tanjung. Mulai dari tim rescue dari Disaster Management Center (DMC), guru relawan, relawan psikososial hingga tenaga medis dari Layanan Kesehatan Cuma-cuma (LKC).

3. Warga Terancam Trauma
Menghadapai bencana sebesar bukanlah hal mudah. Belum lagi dengan para korban yang kehilangan orang-orang tercinta. Masyarakat hidup di pengungsian perlu mengubah ritme hidupnya dengan menetap di gubuk-gubuk dan tenda semi permanen. Dengan berbagai perubahan mendadak tersebut, banyak masyarakat yang menjadi korban, terancam mengalami trauma. Beberapa pengungsi bahkan takut ketika melihat tembok dan histeris ketika mendengar gemuruh kecil seperti suara truk lewat.

Tim psikososial Dompet Dhuafa bergerak cepat, melakukan intervensi di banyak titik pengungsian. Bertajuk Psychological First Aid (PFA), tim relawan memberikan berbagai terapi dan teknik rilis stres dini. Hal tersebut berguna sebagai langkah preventif agar stres yang dialami penyintas tidak berkembang lebih jauh, menjadi trauma yang berkelanjutan.

4. Ribuan Warga Hidup Tanpa Atap
Banyak saksi hidup yang selamat menyaksikan bagaimana rumah mereka roboh. Seketika harta benda mereka hilang, tertimpa reruntuhan rumah mereka sendiri. Mereka bingung dengan keadaan tersebut, padahal hunian merupakan hal esensial bagi kehidupan.

Pada masa rekonstruksi pasca tanggap darurat, Dompet Dhuafa menginisiasi hadirnya Rumah Sementara (Rumtara). Sebuah konsep hunian ramah gempa yang diperuntukan kepada warga penyintas yang kehilangan tempat tinggal. Tidak tanggung-tanggung, ribuan unit disebar di berbagai wilayah terdampak, mebantu warga Lombok untuk lebih cepat bangkit dari keterpurukan.

5. Ribuan Anak, Nyaris Putus Sekolah
Gempa berdampak ke banyak sektor kehidupan. Salah satu yang paling penting adalah pendidikan. Setidaknya, ada 1.053 fasilitas pendidikan rusak karena gempa. Ketika bencana datang, bukan hanya murid, guru pun menjadi korban. Sekolah runtuh, rumah mereka juga. Anak-anak yang biasa bersekolah, terpaksa hidup di pengungsian, tanpa asupan ilmu pengetahuan.

Sektor pendidikan menjadi unsur krusial untuk memulihkan ritme kehidupan pasca bencana. Oleh karena itu, sekitar 20 guru relawan diturunkan Dompet Dhuafa ke lokasi bencana. Tentu tujuannya untuk memulihkan pendidikan di sana. Tidak hanya sampai di situ, Dompet Dhuafa juga membangun sekolah sementara di banyak titik. Bahkan Dompet Dhuafa juga ikut membangun kembali sekolah yang roboh dengan bangunan permanen ramah gempa di Dusun Gol.

6. Tetap Bisa Mencicip Daging
Datangnya bencana gempa memang mendekati moment Iduladha tahun lalu. Tidak lupa, Dompet Dhuafa ikut menyalurkan 200 ekor sapi ke 30 titik terdampak bencana di Lombok. Sekalipun duka akibat bencana masih ada, kehadiran daging kurban memberikan keberkahan tersendiri bagi para pengungsi. Beberapa di antara warga tidak percaya masih bisa merasakan nikmatnya daging kurban, setelah melewati guncangan gempa. Meskipun tak sebanyak tahun lalu, donatur Dompet Dhuafa masih mengirimkan berkah daging kurban untuk masyarakat Lombok, di momen Iduladha tahun ini. (Dompet Dhuafa/Zul)