Zakat penghasilan atau zakat profesi mungkin terdengar tak asing sebagai bagian dari beberapa jenis zakat, namun masih banyak orang yang belum memahami siapa orang yang wajib mengeluarkan zakat penghasilan? Atau bagaimana hukum zakat penghasilan sebenarnya? Lalu ada pula pertanyaan terkait bagaimana cara menghitung zakat penghasilan? Untuk menjawab kebingunganmu, simak ulasan tentang seluk-beluk zakat penghasilan berikut ini.
Apa Itu Zakat Penghasilan?
Zakat penghasilan dikenal juga dengan nama zakat profesi. Sesuai dengan namanya, zakat penghasilan adalah zakat yang wajib dikeluarkan atas harta yang diperoleh dari hasil pendapatan pekerjaan atau profesi (gaji). Zakat penghasilan sendiri merupakan bagian dari zakat mal, jenis zakat yang wajib dikeluarkan karena kita memiliki atau menyimpan harta berupa uang, emas, dan sebagainya.
Baca Juga: Jadi Manfaat dari Profesimu, dengan Tunaikan Zakat Penghasilan
Pelaksanaan zakat penghasilan cukup didukung oleh berbagai ulama, contohnya Muhammad Ghazali menulis dalam bukunya Al-Islam wal Audl’ Aliqtishadiya yang berbunyi, “Sangat tidak logis kalau tidak mewajibkan zakat kepada kalangan profesional seperti dokter yang penghasilannya sebulan bisa melebihi penghasilan petani setahun.”
Dr. Yusuf Al-Qaradawi juga berpendapat bahwa setiap muslim yang memiliki penghasilan wajib mengeluarkan zakat, setiap kali menerima pendapatan, apabila telah mencapai nisab dan sudah dikurangi dengan utang. Zakat penghasilan dapat dbayarkan secara harian, mingguan, atau bulanan.
Orang yang Wajib Mengeluarkan Zakat Penghasilan
Zakat penghasilan adalah zakat profesi, maka orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat penghasilan adalah orang-orang yang memperoleh pendapatan dari penghasilan rutin profesi. Orang-orang tersebut di antaranya adalah dokter, arsitek, pilot, pegawai negeri, termasuk juga wiraswasta. Meskipun melakukan pekerjaan secara mandiri tanpa perintah atasan, seorang wiraswasta juga termasuk ke dalam golongan orang yang wajib mengeluarkan zakat penghasilan rutin yang ia peroleh setiap bulannya.
Syarat Mengeluarkan Zakat Penghasilan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan keputusan soal zakat penghasilan yang tertuang dalam fatwa MUI 7 tahun 2003. Fatwa itu meyebut bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nisab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dengan demikian, jika seseorang sudah memiliki penghasilan satu tahun senilai 85 gram emas atau kurang lebih sejumlah Rp81 juta/tahun, maka ia wajib mengeluarkan zakat penghasilan. Sementara, untuk orang-orang yang penghasilannya belum mencapai jumlah tersebut, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat penghasilan.
Baca Juga: Berapa Zakat Penghasilan Youtuber?
Dalil Zakat Penghasilan
Melansir Baznas, pada dasarnya tidak ada kewajiban atas seseorang untuk membayar zakat dari harta yang dimilikinya, kecuali ada dalil yang menetapkannya. Berdasarkan hal ini, apabila yang dimaksud zakat profesi adalah setiap profesi terkena kewajiban zakat, dalam arti uang yang dihasilkan darinya berapapun jumlahnya, mencapai nisab atau tidak, dan apakah uang tersebut mencapai haul atau tidak, wajib dikeluarkan zakatnya, maka ini adalah pendapat yang batil. Tidak ada dalil Alquran dan As-Sunnah yang menetapkannya. Tidak pula ijma’ umat menyepakatinya, bahkan tidak ada qiyas yang menunjukkannya.
Adapun jika yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat yang harus dikeluarkan dari uang yang dihasilkan dan dikumpulkan dari profesi tertentu, dengan syarat mencapai nisab dan telah sempurna haul yang harus dilewatinya, ini adalah pendapat yang benar, yang memiliki dalil dan difatwakan oleh para ulama besar yang diakui keilmuannya dan dijadikan rujukan oleh umat Islam sedunia.
Di sisi lain, ulama kenamaan Tanah Air, Ustaz Adi Hidayat (UAH) mengatakan dalam ceramahnya di kanal YouTube Klasik Adi Hidayat bahwa dalil zakat penghasilan disebutkan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 267. Dalam ayat itu, menurut UAH, kalimat “infakkanlah sebagian dari hasil usahamu” merupakan perwujudan dari zakat penghasilan di zaman Rasulullah Saw. Hanya saja, di masa sekarang bentuknya berbeda.
Baca Juga: Semangat Tumbuh Bersama, PT Pelindo II Salurkan Zakat Penghasilan ke Dompet Dhuafa
“Ternyata zakat profesi pun tidak disebutkan di zaman Nabi, tapi dalil umumnya ada dan sama yang terjadi di masa Nabi, cuma bentuknya berbeda (di masa sekarang). Lihat Al-Baqarah: 267,” ujar ulama yang akrab disapa UAH itu.
“(dalam Al-Baqarah: 267 disebutkan) infakkan, keluarkan. Zakat kadang disebut sedekah oleh quran, kadang (juga) disebut dengan infak. Seperti di surah At-Taubah ayat ke-60 itu hukum zakat, tapi diistilahkan dengan sedekah. Di ayat ini zakat disebut dengan infak untuk kadar mengeluarkannya, menyalurkannya disebut dengan sedekah, hikmahnya disebut dengan zakat,” lanjutnya.
Lebih lanjut, UAH nengatakan bahwa ulama sepakat untuk menyandingkan zakat pertanian dan perkebunan dengan zakat penghasilan terkait cara mengeluarkannya, berdasarkan dalil tersebut. UAH juga menjelaskan bahwa layaknya zakat pertanian dan perkebunan, zakat penghasilan juga dikeluarkan pada saat ‘panen’ yakni saat menerima gaji sebagai penghasilan.
“Zakat profesi (zakat penghasilan) di situ (Al-Baqarah: 267) disandingkan dengan zakat pertanian dan perkebunan. Para ulama kemudian menyandingkan zakat profesi, tentang cara mengeluarkannya, dengan zakat pertanian dan perkebunan, quran surah Al-An’am ayat 141.”
“Keluarkan hak zakatnya pada saat dia dipanen. Panen ini kalau dalam profesi saat menerima gajinya, pendapatannya, apabila sudah mencapai nisabnya,” tandas UAH.
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. (QS Al Baqarah: 267)
Baca Juga: Optimalisasi Zakat Penghasilan Demi Kesejahteraan Kaum Dhuafa
Cara Hitung Zakat Penghasilan
Apabila kamu masih kebingungan bagaimana zara menghitung zakat penghasilan, simak contoh berikut ini. Syarief memiliki pendapatan profesi sebagai karyawan sebesar Rp10 juta. Syarief telah mencapai nisab, yakni menerima pendapatan selama satu tahun. Total pendapatan selama setahun 10 x 12 bulan = Rp120 juta. Harga emas 85 gram sekitar Rp81 juta. Maka perhitungan zakatnya, Rp 120.000.000 x 2,5% = Rp 3.000.000. Syarief wajib membayar zakat penghasilan sebesar Rp3 juta.
Setiap jenis harta memiliki cara masing-masing untuk dihitung zakatnya. Setiap harta yang kita miliki tentu bukan murni berasal dari jerih payah dan usaha, ada campur tangan orang lain, dan campur tangan Allah. Oleh sebab itu, wajib bagi kita menyisihkan sebagian harta untuk mensejahterakan orang-orang yang butuh untuk melanjutkan hidup.
Dalam hal ini, jika kamu kesulitan atau masih bingung untuk menyalurkan zakat kepada siapa, kamu bisa menyalurkannya melalui Dompet Dhuafa. Sebagai Lembaga Amil Nasional, Dompet Dhuafa telah terbukti mampu menyalurkan zakat yang diberikan oleh masyarakat kepada pihak yang benar-benar membutuhkan. Ada pula program utama penyaluran zakat Dompet Dhuafa yang terbagi ke dalam lima bidang, yakni Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial-Dakwah, dan Budaya. Tunggu apalagi, yuk zakat sekarang!