Patut Ditiru, Ini Sifat Nabi Muhammad Saw yang Paling Utama

Ilustrasi Rasulullah Saw - sifat nabi muhammad saw yang patut diteladani

Jangan sampai masa kebodohan atau jahiliah kembali hadir di bumi ini. Tak dapat dipungkiri, era teknologi maju di masa kini telah membuat moralitas luntur, bahkan hedonisme dijadikan sebagai gaya hidup. Kita perlu sadar bahwa dunia ini hanya sementara dan yang kekal adalah akhirat. Sahabat, teruslah berpegang pada Islam dan teladani lah sifat Nabi Muhammad Saw, agar kita dapat selamat dari kehidupan yang fana ini.

Untuk itu, mari kita ingat kembali sifat-sifat terbaik Nabi Muhammad Saw dan meneladaninya. Insyaallah, hidup kita tidak akan mudah tersesat.

Sifat Nabi Muhammad Saw

Seperti kita ketahui, Rasulullah Saw pada masanya lahir pada zaman jahiliah. Kesesatan di mana-mana. Nabi pun, sejak kecil hingga dewasa, selalu bertanya-tanya mengapa kaumnya bertindak demikian (kriminal, hedon, kasar, dsb).

Meski begitu, Rasulullah Saw sangat beruntung karena Allah Swt melindunginya dari setiap tindakan jahil dan dari menyembah kepada berhala. Nabi juga mempromosikan dan mengajak orang-orang untuk menjadi orang yang lebih baik dengan memberikan contoh yang bisa dilihat langsung. 

Berikut beberapa sifat Nabi Muhammad Saw yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari:

Sifat Nabi yang Amanah

Nabi Muhammad Saw dicintai dan diteladani oleh banyak orang karena sejak kecil ia telah menunjukkan sifat jujur, mengasihi sesama, lembut, dan karakter mulia lainnya. Sejak awal, Nabi dikenal memiliki kejujuran dan sifat amanah (al-amin), risalah kenabiannya disambut baik oleh kaum Quraisy, meski banyak juga yang tidak memercayainya.

Meski Nabi memiliki banyak musuh di Makkah, ia tetap terkenal dengan reputasinya sebagai al-amin (jujur dan dapat dipercaya). Sejak muda, Nabi berbeda dengan umatnya dalam hal karakter, kebiasaan, dan ibadah.

Rasulullah Saw sangat mencintai umatnya dan mereka pun merasakan hal yang sama. Ia juga dapat merasakan kekuatan persahabatan dan kekeluargaan mereka. Ia sangat penyayang dan lembut kepada mereka.

Baca juga: Sejarah Maulid Nabi Muhammad SAW, Asal-Usul dan Perkembangannya

Suatu waktu, Nabi Muhammad berpartisipasi dengan kaumnya dalam memperbarui bangunan Ka’bah. Ia membantu pamannya, Abbas, untuk memindahkan batu-batu. Ketika kaumnya ingin meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya, mereka berdebat tentang siapa yang pantas mendapatkan kemuliaan dan perselisihan itu hampir berakhir dengan pertempuran.

Abu Umayah bin Mughirah al-Mahzumi, seorang yang bijaksana, tidak tergerak hatinya melihat situasi ini. Namun dengan segala kebijaksanaannya, ia berseru, “Wahai kaumku, cukup sudah perselisihan ini. Mari kita tunjuk seorang penengah. Biarlah orang yang meletakkan batu ini menjadi orang pertama yang masuk ke dalam masjid hari ini.”

Orang-orang pun menerima saran ini. Beberapa saat kemudian, Nabi Muhammad Saw muncul dengan tenang dan melangkah masuk ke dalam Masjidil Haram. Melihat hal itu, orang-orang menyambutnya dengan sukacita. Mereka merasa bahwa Nabi Muhammad Saw sangat pantas untuk melakukan pekerjaan mulia ini. Kejujuran, kesopanan, dan keluhuran akhlaknya membuat mereka malu untuk tidak menyetujuinya. Mereka berkata, “Dia adalah al-amin, kami senang dengan keputusannya”.

Sifat Nabi yang Penyayang

Ada lima sifat Nabi Muhammad Saw yang mulia. Hal ini dijelaskan dalam surah At-Taubah:

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadapmu, terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah: 128)

Kelima sifat tersebut adalah min anfusikum (dari kaummu sendiri), azizun (beban yang dipikulnya), harishun (hasrat untuk beriman), serta sifat keempat dan kelima adalah raufun rahimun (pemaaf dan penyayang).

Salah satu contoh sifat penyayang Nabi Saw juga diriwayatkan dalam sejarah Islam, yakni saat Rasulullah sedang melewati daerah Taif dan penduduk sana melempari beliau dengan batu. Melihat kejadian tersebut, seorang malaikat mendatangi Rasulullah dan merasa sedih atas apa yang telah menimpa Rasulullah.

Malaikat tersebut menawarkan pembalasan bagi penduduk Taif dan ingin melemparkan gunung kepada mereka. Namun, Nabi menolak tawaran malaikat itu. Ia tidak ingin membalas kejahatan yang ditimpakan kepadanya. Alih-alih membalas dendam, beliau malah mendoakan mereka.

“Aku justru menginginkan yang sebaliknya. Aku berharap kelak dari mereka akan lahir orang-orang yang selalu berjalan di atas kebajikan dan tidak ada yang berbuat syirik,” jawab Rasulullah.

Ketika doa ini didengar, Jibril tidak dapat memahami dan tidak dapat menahan kekagumannya terhadap Rasulullah. Kekaguman itu terlontar dari mulut Jibril dalam bentuk pujian, “Sungguh benar orang-orang menyebutmu sebagai orang yang sangat penyayang”.

Begitu juga saat penaklukkan Mekkah. Peristiwa ini sangat manusiawi meskipun melanggar tradisi perang Arab dengan pertumpahan darah, penjarahan, dan lainnya. Namun, kasih sayang Rasulullah Saw lebih besar dalam hal ini, sehingga tidak ada balas dendam.

Revolusi tak berdarah ini melahirkan keutuhan dan kedamaian yang monumental dan kemenangan Nabi Muhammad Saw. Sebuah era baru di Mekkah telah tiba. Era di mana Islam hadir untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani umat Islam.

Sedekah sebagai bagian dari tolong-menolong antarsesama - ilustrasi untuk artikel sedekah terbaik dan artikel sifat Nabi Muhammad Saw
Tolong-menolong termasuk dalam berkasih sayang terhadap sesama seperti sifat yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw.

Mendengar Orang Lain Sebelum Ambil Keputusan

Rasulullah Saw selalu menerapkan teori kepemimpinan yang beliau sampaikan dalam tindakan kesehariannya. Salah satu konsep kepemimpinan yang beliau canangkan adalah kesadaran diri sebagai pemimpin.

Selama ini banyak orang yang tidak sadar bahwa dirinya adalah seorang pemimpin yang memiliki tugas dan tanggung jawab. Rasulullah Saw juga selalu memutuskan segala persoalan yang dihadapinya dengan cara musyawarah dan mufakat.

Hal ini Nabi lakukan karena ia menaati perintah Allah Swt seperti yang tercantum dalam surah Ali ‘Imran:

“Termasuk dari rahmat Allah, engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah (kesalahan-kesalahan mereka), mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, jika kamu telah mengambil keputusan, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali ‘Imran: 159)

Selain itu, Nabi Muhammad Saw juga tidak mengenal sistem kasta antara bawahan dan atasan dalam kepemimpinannya. Setiap orang diposisikan setara dan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan saran dan pendapat terhadap suatu permasalahan, selama sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku.

Satu hal lain yang juga penting adalah Rasulullah Saw menyebut bawahannya sebagai sahabat, bukan sebagai bawahan yang bisa diperlakukan seenaknya.

Baca juga: Refleksi Maulid Nabi, Menjadi Insan yang Memiliki Moral Empati Sosial

Memperlakukan Manusia dengan Setara

Rasulullah Saw tidak pernah membeda-bedakan status, semua dianggap dan diperlakukan sama. Kita dapat melihat bagaimana Rasulullah memperlakukan sahabat terbaiknya, yakni Bilal bin Abi Rabah yang awalnya adalah seorang budak dan Anas bin Malik yang merupakan seorang hamba sahaya. Rasulullah bahkan sangat dekat dengan mereka.

Tidak hanya sesama muslim, bahkan kepada nonmuslim pun Rasulullah sangat menghargai dan menghormati. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Rasulullah sering memberi makan orang miskin yang buta dari kalangan Yahudi yang berada di pinggiran pasar. Ketika orang-orang menjauhi orang tersebut, Rasulullah tidak jijik untuk menyuapinya dengan tangannya sendiri dan penuh kelembutan.

Allah menciptakan kita secara berbeda agar kita dapat saling memahami. Satu-satunya perbedaan yang diakui oleh Allah adalah ketakwaan.

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)

Peduli pada Fakir Miskin dan Anak Yatim

Sifat Nabi Muhammad Saw yang paling diingat oleh umatnya adalah mencintai dan peduli terhadap anak-anak yatim dan fakir miskin. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw bersabda:

“Ya Allah, jadikanlah aku hidup dan mati sebagai orang miskin dan kumpulkanlah aku bersama orang-orang miskin.” (HR. Tirmidzi)

Tak heran bila kemudian Rasulullah Saw memberikan perhatian yang besar kepada orang-orang miskin dan mencintai mereka sepenuh hati.

Hal ini sebagaimana diriwayatkan dalam Kitab Al-Barzanji karya Syekh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji, halaman 123, “Beliau mencintai orang-orang miskin, duduk bersama mereka, menjenguk mereka yang sakit, mensalatkan jenazah mereka, dan tidak pernah menghina orang miskin.”

Rasulullah Saw juga sangat menyayangi anak yatim, bahkan ia menyampaikan dalam sebuah hadis tentang kemuliaan wali anak yatim.

“Wali anak yatim dan aku adalah seperti dua jari ini (beliau menunjuk jari tengah dan telunjuk).”

Berdasarkan hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad Saw sangat menyayangi dan memperhatikan anak yatim. Bahkan, ia memuliakan para pengasuh anak yatim dengan menunjukkan kedekatannya dengan para pengasuh anak yatim.

Sahabat, mari kita lanjutkan sifat-sifat mulia Nabi Muhammad Saw dalam keseharian kita, agar tercipta lingkungan dan kehidupan yang lebih baik. Kamu juga bisa ikut memuliakan anak yatim seperti Nabi Muhammad bersama Dompet Dhuafa. Melalui rezeki yang kamu berikan, mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga mengakses pendidikan hingga tingkat tinggi! *RQA