BOGOR — Musik umumnya dimainkan menggunakan alat-alat yang dibuat sedemikian rupa, guna menghasilkan nada dan irama yang enak untuk didengar. Namun berbeda dengan para siswa SMART Ekselensia Indonesia di Parung, Bogor. Bermula dari keterbatasan, siswa-siswa SMART justru menjadikannya sebuah pemberontakan yang menghasilkan ide unik.
Tak ada yang menyangka, barang-barang yang tadinya mengganggu pemandangan, disulapnya menjadi rangkaian alat yang menghasilkan nada dan mengesankan. Trashic namanya, kepanjangan dari Trash Music, yaitu musik yang dihasilkan dari sampah atau bahan-bahan bekas.
Tak disebutkan tahun pastinya, namun Trashic mulanya dari kejenuhan para siswa SMART di sela-sela pelajaran di kelas. Tak dimungkiri, dalam proses pembelajaran, tentu ada waktu-waktu yang melelahkan. Untuk mengantisipasi kejenuhan tersebut, setiap siswa memiliki caranya masing-masing. Siswa SMART yang notabene adalah anak kurang mampu, tentu tidak banyak yang dapat dilakukan. Sebagian melakukan pekerjaan lain, sebagian membuka pelajaran lain. Beberapa lagi memutuskan untuk menghibur diri dengan memukul-mukul meja dan kursi yang menghasilkan ketukan-ketukan berirama. Berharap setelah itu, mereka dapat kembali refresh menerima ilmu selanjutnya.
“Trashic terinspirasi dari kami para siswa SMART, yaitu di sela-sela pelajaran kita suka mukul-mukul meja dan kursi. Tujuannya biar nggak jenuh pelajaran mulu. Jadi pelajaran berikutnya kami bisa fresh lagi,” ungkap Nefrized Fayandi Nur Labib, salah siswa SMART asal Kepulauan Riau.
Kemudian ia melanjutkan, salah satu guru berinisiasi untuk memfasilitasinya. Kebetulan memang saat-saat itu sedang berlangsung proses pembangunan gedung di kawasan Lembaga Pengembangan Insani (LPI) Dompet Dhuafa. Jadi, terdapat tong-tong air, timba air dan seng-seng yang sudah rusak dan berserakan.
“Mereka menggunakan barang bekas tersebut untuk dimanfaatkan menjadi alat musik. Alhamdulillah dapat persetujuan dari pihak guru,” lanjutnya.
Setelah mendapat izin, dibentuklah grup musik berlabel nama TRASHIC. Terus-menerus berlanjut dan pada suatu event, trashic mendapat kesempatan untuk tampil resmi di atas panggung. Terakhir trashic terlihat tampil di panggung pagelaran Olimpiade Humaniora Nusantara (OHARA) pada Rabu (23/10/2019) di kawasan LPI, dengan 3 pemain bass, 1 perkusi, 1 melodi, dan 3 Rhythm. Mereka adalah Dendi Anugrah Pratama dari NTB, Muhammad Saidi dari Kalimantan Selatan sebagai, Amir Fauzi dari Medan, Nefrized Fayandi Nur Labib dari Kepulauan Riau, Dimas Fadlan Munif dari Jawa Tengah, Aura Syafiqul Umam dari Bali, Qahtan al Faiz dari Tangsel, dan Dimas Mustofa dari Jawa Timur. Mereka semua merupakan siswa tingkat 3 SMART Ekselensia Indonesia.
Rangkaian rakitan alat musiknya pun unik. Bass contohnya, anak-anak tersebut membuat bass dari jeriken air yang dibentuk sedemikian rupa. Selanjutnya Perkusi dirangkai dari kaleng bekas, penggorengan dan panci. Rhythm dari jeriken kecil dan seng besi. Sedangkan melodi dubuatnya dari botol-botol kaca yang diisi air dengan takaran-takaran tertentu, untuk menghasilkan nada yang berbeda.
Uniknya lagi, Trashic setiap tahunnya ada regenerasi turun-temurun. Setiap tingkatan memiliki grup trashic masing-masing. Setiap grup trashic bertanggung jawab untuk meregenerasi trashic kepada tingkatan di bawahnya. Sehingga trashic akan selalu ada dan akan selalu ditampilkan pada acara-acara tertentu.
Sedangkan untuk latihan, Nefriz mengungkapkan tidak ada latihan khusus atau rutin. Latihan tergantung dari masing-masing grup.
“Latihan tidak rutin. Tapi biasanya menjelang ada acara, kami latihan dulu selama beberapa hari,” ungkapnya.
Hasilnya pun tak diragukan lagi. Terbukti ketika mereka tampil di atas panggung, sontak para pendengar bersorak tepuk tangan seakan meminta agar para personil trashic tetap berada di atas panggung, membawakan beberapa lagu lagi. (Dompet Dhuafa/Muthohar)