JAKARTA — Langkah gontai mengiringi perjalanan Maryanih (51) atau Yanih menuju rumahnya di Jl. Manunggal RT.08/04 Lebak Bulus – Cilandak, Jakarta Selatan, dari tempat dagangnya di perempatan Pasar Pondok Labu. Pasalnya, hari itu Yanih baru saja terkena penertiban pedagang kaki lima oleh Aparat Pemda setempat. Wajah muram, bingung, dan seolah tak percaya atas apa yang terjadi masih tampak di wajah Yanih tatkala tim LPM Dompet Dhuafa menyambangi kediamannya. Apa yang dialami olehnya tak sedikitpun diceritakan oleh ibu 5 anak ini kepada suaminya, Matalih (54), yang terbaring lemah di tempat tidurnya karena sakit struk berat.
“Bapak udah lima tahun lebih sakit. Kalo saya certain yang barusan, takut dia kepikiran. Biarin aja dia gak tahu, nanti tambah sakit,” ujar Yanih sembari menyiapkan obat Matalih.
Paska sang suami terbaring lemah, tentu saja membuat Yanih menjadi tulang punggung keluarga. Namun beban tersebut sedikit berkurang, lantaran kelima anaknya telah dewasa. Meskipun dua orang mengalami putus sekolah sejak SMA. Yanih memang telah berdagang sejak lama. Ia mengaku sudah lebih dari 10 tahun berdagang nasi uduk dan gado-gado. Setiap hari Yanih berdagang di perempatan Pasar Pondok Labu, Jakarta Selatan. Setiap pagi ia berjualan nasi uduk dan lontong sayur, dilanjutkan dengan berdagang gado-gado di siang hari hingga sore hari. Kejadian penertiban itu membuat Yanih merasa takut dan sempat tak mau kembali berdagang. Puluhan tahun ia berdagang, tetapi baru kali ini ia merasakan penertiban. Sebelumnya hanya ia saksikan melalui layar televisi. Masih teringat jelas diingatannya ketika para petugas mengangkut semua barang dagangnya termasuk meja dan etalase yang ia punya.
“Ternyata begini yang namanya ditertibin. gak enak banget, takut rasanya was-was terus” ujar Yanih sambil mengelus dada. Yanih hanya bisa pasrah dan tak tahu apa yang harus ia lakukan, yang ia pikirkan ketika itu bagaimana kelanjutan usahanya setelah barang-barang dagangannya dibawa semua tak tersisa. Sedangkan uang hasil jualan hari itu akan ia putar kembali untuk beli bahan dagangan dan membeli kebutuhan sehari-hari.
Bagi Yanih pekerjaannya sebagai pedagang merupakan satu-satunya penopang hidup bagi dirinya dan suami yang sedang sakit. Penghasilan sebagai pedagang hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya berobat suami yang kini menjalani rawat jalan di Rumah Sakit. Ia juga tak ingin merepotkan anak-anaknya yang menurut Yanih penghasilan mereka hanya cukup untuk mereka dan keluarga masing-masing. “Kalo anak-anak mah biarin dah biar kata mereka kerja, saya gak mau minta. Mereka juga punya kebutuhan sendiri,” ucap wanita asli Jakarta ini. Mendengar keluhan ibu Yanih sebagai pedagang kecil, Dompet Dhuafa membantu Yanih untuk memulai usahanya kembali agar ia terus berdaya sebagai tulang punggung keluarga. Sekaligus membantu suami untuk menjalani terapi pengobatannya. Melalui program “Keluarga Tangguh” Dompet Dhuafa memberikan modal usaha dan peralatan dagang yang ia butuhkan. Selain itu, edukasi juga diberikan agar ia tak lagi berdagang di tempat yang sebelumnya pernah ditertibkan.
Lima bulan paska digulirkan bantuan untuk ibu Yanih, Alhamdulillah usahanya telah berjalan kembali, normal seperti sedia kala. Hanya saja ia belum memulai berjualan gado-gado karena tak ingin berdagang hingga sore hari. Berbeda dengan sebelumnya, kali ini ia tak lagi berdagang di perempatan pasar. Ia ditawari berdagang di depan gerbang salah satu sekolah daerah Pondok Labu. Ia mengaku sedikit nyaman berdagang disana terlebih ada izin dari pengurus yayasan tersebut dan pelanggan setia mengetahui keberadaannya.
“Saya sangat berterimakasih kepada donatur Dompet Dhuafa, berkat modal dan semangat yang diberikan saya dapat berjualan lagi,” ucap Yanih dengan bahagia penuh rasa syukur. (Dompet Dhuafa/Rifky)