GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA — “Kita membuat program air ini bukan untuk bisnis. Jadi bersama-sama mencukupi kebutuhan air dari kita sampai anak cucu kita,” ujar Sukiana, Kamis (18/1/2024).
Sukiana merupakan warga asal Dusun Gagan, Desa Pengkol, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ia adalah salah seorang warga yang mengusahakan tersedianya pasokan air untuk warga di sekitaran Dusun Gagan. Dusun Gagan sendiri terdiri dari 140 KK atau sekitar 400-an jiwa lebih. Dusun ini terdiri dari wilayah bebatuan karst.
Baca juga: LKC Dompet Dhuafa Launching Program Air Untuk Kehidupan Di Kawasan Sehat Gili Gede Indah Lombok
Wilayah karst adalah daerah yang terdiri atas batuan kapur yang berpori, sehingga air di permukaan tanah selalu merembes dan menghilang ke dalam tanah. Sederhananya dalam wilayah karst, tingkat ketebalan tanah sangatlah tipis. Lantaran, di bagian bawah tanah sudah terpenuhi oleh bebatuan atau sungai bawah tanah/goa bawah tanah.
Kondisi itulah yang menyebabkan daerah karst rentan terhadap bencana kekeringan, karena sumber air sangatlah dalam. Bahkan, cenderung tidak ada karena sudah mengalir jauh ke dalam sungai bawah tanah/goa bawah tanah.
Bayangkan jika air menetes di bebatuan. Biasanya airnya akan berpencar dan bergerak cepat hingga ke titik yang dalam dan jauh. Tetapi bandingkan dengan air yang jatuh ke dalam tanah, dia akan mengendap dan tersimpan hingga kemudian bisa dimanfaatkan kembali untuk aktivitas sehari-hari.
“Debit sumurnya tidak cukup. Musim kemarau kita kekurangan air, di musim hujan kelebihan air. Karena tingkat ketebalan tanah itu terlalu tipis. Jadi, air hujan yang jatuh ke tanah tidak diresap secara sempurna sampai ke dalam. Karena banyak bebatuan di tempat kami,” pungkas Sukiana, sambil menunjuk ke sebuah wilayah yang tertampang jelas kondisi bebatuan sangat besar.
Namun atas dasar ini, warga Dusun Gagan—salah satunya Sukiana—berusaha dengan segala macam upaya untuk meningkatkan ketersediaan air bersih di wilayahnya. Adapun salah satu upayanya adalah pembuatan belik, sebuah tandon sumber yang terdiri dari ruang penampung air utama. Belik biasanya bersumber dari resapan air sungai yang mengalir.
Sukiana membimbing kami ke lokasi belik. Terlihat sungai mengalir, namun tidak deras. Selain itu, pemandangan lahan pertanian yang kosong melompong menghiasi sepanjang mata melihat. Lahan yang kosong itu, menurut Sukiana tidak layak untuk dimanfaatkan menjadi lahan pertanian, karena di bawah tanah tersebut terdapat bebatuan. Sehingga setiap tanaman yang disiram, akan dengan cepat mengalami kekeringan.
Namun, belik yang dibuat mampu menampung sumber air tidak hanya dari resapan air sungai, tetapi juga dari sumber mata air lainnya. Dalam hal ini adalah sumur bor.
“Tandon sumber (belik) adalah semacam bungker, dengan kapasitas yang mampu untuk mengumpulkan dari beberapa mata air kecil lewat peralon di tiga atau empat titik,” ujar Sukiana.
“Di sini lokasi (belik) dekat dengan sumber air, dan rendah (mampu mengairi air secara grativitasi),” lanjut Sukiana.
Pengumpulan air dari beberapa titik, Sukiana dan warga sekitar memanfaatkan teknik gravitasi, di mana air nantinya akan mengalir dengan sendirinya ke belik, sehingga meminimalisasi penggunaan daya tambahan seperti listrik. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk pemanfaatan airnya, akan dipasang pompa, sehingga air yang sudah terkumpul di belik bisa mengalir ke wilayah-wilayah pemukiman atau rumah warga langsung.
“Warga bisa datang langsung ke tandon sumber (belik). Bisa juga ditarik menggunakan meteran air masing-masing (jika dihubungkan),” kata Sukiana.
Menurutnya kondisi saat ini jauh lebih baik daripada empat tahun lalu. Empat tahun lalu warga hanya mengandalkan bantuan dropping air dari pemerintah setempat ketika kekeringan melanda. Upaya tersebut sangat membantu dalam jangka pendek, namun belum bisa menuntaskan masalah kekeringan dalam jangka panjang.
“Empat tahun lalu sebelum dibantu, kita mengandalkan air tangki dari pemerintah. Setelah dibantu, kita sekarang dalam mendapatkan air sudah beragam,” aku Sukiana.
Beruntungnya saat ini beberapa bantuan sudah masuk, termasuk program air dari Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa. Warga Dusun Gagan bersama DMC Dompet Dhuafa telah berupaya melakukan program konservasi dan kelestarian ketersediaan air, seperti pembuatan Penampungan Air Hujan (PAH) dan juga belik ini.
“Bersama dampingan DMC Dompet Dhuafa, kita punya program menjaga kelestarian ketersediaan mata air. Sudah mulai konservasi penanaman di beberapa tempat dari beberapa jenis tanaman yang bisa menyimpan air, salah satunya pohon gayam, nyamplung, sukun, dan lainnya,” ucap Sukiana.
“Selama didampingi DMC, kita mendapatkan ilmu untuk menggunakan air secara bijak. Kita sudah tidak mengandalkan air tangki. Kita insyaallah sudah aman,” tutup Sukiana. (Dompet Dhuafa/DMC/AFP)