JAKARTA — Masyarakat terus menerus berkembang. Tentu ini tidak hanya diartikan secara biologis atau demografis. Namun lebih kepada keseluruhan aspek masyarakat itu sendiri.
Kita tidak bisa selalu memaksakan konsep-konsep terdahulu dan menerapkannya dengan cara terdahulu. Perlu adanya pembaharuan atau penafsiran kembali akan konsep tersebut agar dapat diterapkan ke dalam konteks yang sekarang. Salah satu konsep yang diusung dalam acara “Harmoni Cinta Guru,” yang digagas oleh Dompet Dhuafa Pendidikan bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), di Kampus UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur (23-24 dan 26 November 2018), ialah Uswah Leadership.
Bayu Candra Winata menyerukan empat hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan untuk menciptakan individu berkemimpinan yang uswah, yaitu integritas, cendekia, kompeten, dan transformatif.
“Terdapat 4 sifat yang menjadi pokok dalam Uswah Leadership, yaitu integritas, cendekia, kompeten, dan transformatif. Keempat hal tersebut dianalogikan dalam bentuk pohon leadership. Maka integritas adalah akar yang menghujam kuat ke dalam bumi dan menjadi tumpuan tumbuhnya pohon yang besar. Cendekia adalah batang yang kokoh, dan dahan yang banyak, kompeten adalah ranting-ranting yang menjulang ke langit, dan daun-daun yang rindang lagi meneduhkan, dan transformatif merupakan bunga dan buah-buah yang bermanfaat serta memberikan perubahan besar dalam peradaban setiap saat,” jelas Bayu Candra Winata, selaku penulis buku Uswah Leadership, dan sekaligus Supervisor Kajian Kepemimpinan dan Advokasi Dompet Dhuafa Pendidikan.
Lebih jauh lagi Bayu menjelaskan pendidikan dalam Uswah Leadership harus memperhatikan konteks zamannya. Akan tetapi, ada nilai-nilai yang harus menjadi prinsip utama yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadist sebagai pondasi utama.
“Pendidikan harus mampu mendidik generasi yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Pola pendidikan pada setiap generasi akan selalu berbeda, tergantung karakter yang dibawa oleh generasi tersebut. Namun harus tetap ada satu nilai yg tak boleh berubah dan harus menjadi pedoman bagi peserta didik, yakni nilai-nilai dalam Al Qur’an dan hadist,” tambahnya.
Di lain pihak, Tsani Nur Famy menekankan unsur pengabdian dalam pendidikan, untuk menciptakan individu-individu yang tulus dan berkeprimanusiaan. Tanpa adanya pengabdian penuh, atau hubungan yang didasarkan oleh ketulusan, akan membentuk individu yang rapuh dan korup.
“Mendidik bagi saya menjadi semangat pengabdian. Saya mendapatkan kesempatan mengabdi menjadi pendidik di daerah Papua. Ketika diberikan amanah menjadi pengajar di daerah, saya menempatkan diri sebagai sahabat bagi anak-anak didik. Saya temani mereka bermain dan belajar. Tak lupa pula libatkan peran orangtua dalam proses pendidikan. Karena orang tua memegang peranan penting dalan proses pendidikan anak,” tambah Tsani Nur Famy, Pengajar Muda dari Indonesia Mengajar.
Terlepas itu semua, talkshow tersebut juga menyerukan agar semua pihak untuk terlibat dalam persoalan pendidikan. Karena pendidikan bukan hanya persoalan sistem (regulasi) maupun sumberdaya (guru). Tetapi juga tentang tanggungjawab bersama dalam membangun suatu bangsa. (Dompet Dhuafa/Fajar)