Nilai sedekah dalam agama Islam adalah tinggi. Bahkan, nilai sedekah bisa bertambah tinggi apabila harta benda yang disedekahkan terus memberikan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan. Selama sedekah itu terus memberikan manfaat, maka selama itu pula pahala terus mengalir kepada orang yang menyedekahkannya.
Ketinggian nilai dari sedekah ini juga dapat dilihat dalam sebuah hadis Rasulullah Saw, yang mana beliau menyebut bahwa sedekah setara dengan ilmu yang bermanfaat serta doa seorang anak yang saleh untuk anaknya. Tiga hal tersebut dapat dikatakan istimewa, karena apabila dilakukan di dunia, maka pahalanya tidak akan terputus meski orang yang melakukannya telah meninggal dunia.
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Apabila anak Adam meninggal dunia, maka putuslah segala amal perbuatanya, kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)
Baca juga: Prinsip Islamic Social Finance dalam Pengelolaan Zakat dan Wakaf
Lantas, apa yang disebut sebagai sedekah jariyah dan apa bentuk sedekah jariyah?
Wakaf Termasuk Sedekah Jariyah
Sedekah jariyah adalah perbuatan sedekah yang pahalanya terus mengalir, meski orang yang bersedekah telah meninggal dunia dan wakaf termasuk sedekah jariyah. Hal ini seperti dijelaskan oleh Imam Muhammad Ismail al-Kahlani dalam Kita Fikih Subul al-Salam terkait hadis Nabi Muhammad Saw di atas.
“Hadis tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan sedekah jariyah dengan wakaf.” (Kitab Fikih Subul al-Salam, Imam Muhammad Ismail al-Kahlani)
Wakaf sendiri merupakan istilah yang berasal dari kata bahasa Arab, yakni waqafa. Kata ini berbentuk masdar atau kata benda infinitif yang pada dasarnya memiliki arti menahan, berhenti, atau diam.
Sementara itu, menurut istilah agama, wakaf berarti penahanan hak milik atas materi benda untuk tujuan menyedekahkan manfaatnya di jalan Allah. Menahan di sini berarti harta wakaf tersebut tidak diwariskan atau dijual atau dihibahkan atau digadaikan atau disewakan dan atau tidak dipinjamkan.
Baca juga: Wakaf sebagai Gaya Hidup
Kata wakaf dalam bahasa Indonesia sering kali dikaitkan dengan tanah, bahkan pemahaman yang dimiliki oleh sebagian besar orang adalah bahwa harta yang dapat diwakafkan hanya tanah saja, di luar itu tidak bisa.
Padahal kenyataannya, asumsi tersebut tidaklah benar. Wakaf bisa dilakukan dengan harta dalam bentuk apa pun, mulai dari harta yang tidak bergerak seperti tanah, bangunan, sumur hingga benda bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga, hak sewa, kendaraan, dan sebagainya.
Harta wakaf tersebut lalu diserahkan kepada nazir, yaitu orang yang dipercaya untuk merawat, mengelola, mengembangkan serta membuat harta wakaf itu produktif, sehingga dapat terus memberikan manfaat bagi orang-orang yang membutuhkan atau penerima manfaat atau dalam istilah Islamnya disebut mauquf alaih.
Manfaat wakaf pun dapat terwujud dalam berbagai bentuk dan tujuan. Manfaat tersebut di antaranya adalah untuk ibadah, pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan sosial, serta layanan kesehatan, seperti lima pilar yang dipegang teguh dan dijalankan oleh Dompet Dhuafa.
Konsep sedekah yang demikian itulah yang disebut sebagai wakaf, dan pada hakikatnya wakaf termasuk sedekah jariyah.
Baca juga: Orang yang Menerima Wakaf Disebut Apa? Cari Tahu di Sini
Penjelasan Al-Quran
Kitab suci Al-Quran tentu selalu menjadi acuan pertama bagi umat Islam dalam mencari jawaban atas permasalahan yang ada, termasuk tentang hukum wakaf. Namun demikian, Al-Quran tidak menyebutkan secara jelas terkait syariat wakaf.
Akan tetapi, melalui sejumlah ayat Allah Swt memerintahkan umat-Nya untuk menyedekahkan hartanya yang paling dicintainya di jalan Allah atau untuk kepentingan umat. Ayat-ayat tersebut pun kemudian dipandang oleh para ulama sebagai landasan melakukan wakaf, melalui pemahaman dan adanya isyarat tentang sedekah jariyah yang diartikan sebagai wakaf.
Berikut sejumlah ayat Al-Quran yang dapat dijadikan sebagai landasan berwakaf:
Baca juga: 5 Hikmah Wakaf, yang Wajib Diketahui
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali ‘Imran: 92)
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 262)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 267)