Tukar Motor Kesayangan Demi Senyum Sang Anak Dengar Dunia

Yazdan, penerima bantuan Alat Bantu Dengar (ABD) Dompet Dhuafa bersama kedua orang tuanya.

BANJARNEGARA, JAWA TENGAH — Di sebuah desa kecil di pedalaman Kecamatan Bawang, Kabupaten Banjarnegara, hiduplah sebuah keluarga yang penuh kasih sayang. Namun, kebahagiaan mereka diuji ketika anak semata wayangnya didiagnosis mengalami gangguan pendengaran cukup berat. Menjadi sebuah kekhawatiran bagi orang tua, saat mengetahui sang anak membutuhkan perawatan khusus dalam tumbuh kembangnya.

Di balik senyum sederhana Jauhar (31) dan Ana (30) selaku orang tua, tersimpan perjuangan yang tak terkira. Sebagai pengrajin kayu toko furniture di pedalaman Desa Majalengka, Jauhar penghasilannya pas-pasan. Namun, demi melihat sang anak tercinta, Yazdan (3) bisa mendengar dunia, pasangan suami-istri itu rela menjual satu-satunya kendaraan bermotor yang menjadi alat operasional utamanya sehari-hari.

Jauhar sangat ingin membelikan dua unit ABD pada Yazdan agar terapinya dapat lebih maksimal, dan dengan harapan dapat mengejar ketertinggalan anaknya. Dengan keputusan sulit, kendaraan sebagai teman setianya sejak lama itu pun dijual. Hasilnya baru cukup digunakan untuk membeli satu unit Alat Bantu Dengar (ABD), sisanya untuk biaya terapi. Sebuah investasi yang mereka yakini akan mengubah hidup keluarganya.

“Waktu itu kami pun hanya menangis dan bingung, harus bagaimana dan bisa apa? Pernah direkomendasikan dokter spesialis lakukan operasi implan koklea, kami belum sanggup. Tapi kami juga ingin maksimalkan upaya untuk membantu Yazdan selagi masa tumbuh kembangnya, akhirnya kami putuskan jual motor dan beli satu unit ABD,” ungkap Jauhar.

Baca juga: World Hearing Day, Amanah Donatur Dompet Dhuafa Wujudkan Alat Bantu Dengar Anak-anak Purbalingga

Kedua orang tua, Ana (kiri) bersama Jauhar (kanan) memasangkan Alat Bantu Dengar (ABD) pada Yazdan, sang ananda (tengah).
Kedua orang tua, Ana (kiri) bersama Jauhar (kanan) memasangkan Alat Bantu Dengar (ABD) pada Yazdan, sang ananda (tengah).

Sebelumnya saat Yazdan berusia hampir 2 tahun, kedua orang tuanya makin khawatir dengan tumbuh kembangnya. Yazdan tidak menoleh ketika dipanggil dan sedikit sekali bersuara (speech delay). Padahal, usia 0-6 tahun, merupakan periode yang amat penting bagi seorang anak. Masa emas anak sebagai tahap pertumbuhan yang penting. Sejak itu mereka coba melakukan fisioterapi pada Yazdan di RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara.

Selama menjalani fisioterapi pun Yazdan kesulitan untuk merespon suara, sehingga dari dokter spesialis anak menganjurkan untuk melakukan tes pendengaran. Saat itu diketahuilah bahwa Yazdan mengalami gangguan pendengaran cukup berat dengan tingkat pendengaran 98 db untuk telinga kanan dan 97.5 db untuk telinga kiri sehingga disarankan untuk menggunakan Alat Bantu Dengar.

Kehidupan keluarga Jauhar dan Ana memang sederhana. Selain memikirkan biaya hidup sehari-hari, mereka juga harus merawat sang ibu dari Ana yang sudah lansia dan tinggal bersamanya. Membeli Alat Bantu Dengar yang harganya cukup fantastis bagi mereka, tentu menjadi tantangan tersendiri. Namun, semangat mereka untuk memberikan yang terbaik bagi Yazdan tak pernah padam. Di sisi lain, tantangan juga datang dari lingkungan sekitar. Yazdan yang sulit masih berbicara, membuatnya kerap diejek oleh teman-teman sebayanya.

“Hambatan sudah pasti pada komunikasi, apalagi pada balita (bayi di bawah lima tahun). Kita tidak tahu keinginan dia (Yazdan), tiba-tiba hanya marah, begitupun komunikasi terhadap teman-temannya. Tapi alhamdulillah, dia selama ini nalar dan cepat toilet training-nya sudah bisa,” aku Ana.

Baca juga: Alat Bantu Dengar dari Donatur Dompet Dhuafa, Agustina Dapat Jalani Aktivitas Normal

Potret Yazdan (3), anak dengan gangguan pendengaran di wilayah Kabupaten Banjarnegara.
Potret Yazdan (3), anak dengan gangguan pendengaran di wilayah Kabupaten Banjarnegara.

Sejak menggunakan sebuah ABD, perubahan mulai terlihat pada Yazdan. Mata bulatnya yang dulu sering kosong kini berbinar penuh semangat. Ia mulai merespon suara-suara di sekitarnya, mencoba meniru ucapan orang-orang di sekitarnya. Meskipun belum bisa berbicara dengan lancar, setiap kemajuan kecil yang ia capai menjadi kebahagiaan tersendiri bagi keluarga.

Di tengah perjuangan mereka, sebuah keajaiban datang. Jauhar mendapatkan informasi bahwa Dompet Dhuafa memiliki program untuk mereka yang memiliki gangguan pendengaran dan Jauhar pun coba mengajukan bantuan satu unit ABD untuk anaknya. Melalui program donasi, Jauhar dan Ana mendapatkan bantuan ABD tambahan untuk Yazdan. Kebaikan hati para donatur semakin menguatkan semangat mereka untuk terus berjuang.

“Reaksi pertama menggunakan ABD itu Yazdan takut dan nangis. Mungkin ia kira itu alat apa dan kaget mendengar suara pertama kali, lama-kelamaan mulai terbiasa. Meskipun Yazdan terlahir dalam keadaan istimewa, kami pasti tetap support, terus menguatkan mental, berdamai dan menerima keadaan. Kelak nanti sekolah, yang akan pertama kali kita kasih tahu terkait Yazdan, ya guru-nya,” ujar Ana.

Potret Yazdan (kiri), anak dengan gangguan pendengaran, bersama Ana (kanan) di wilayah Kabupaten Banjarnegara.
Potret Yazdan (kiri), anak dengan gangguan pendengaran, bersama Ana (kanan) di wilayah Kabupaten Banjarnegara.

Baca juga: Program Humanesia Bantu Azkadina Mendengar Lagi

Dari WHO (World Health Organization) menyebutkan, lebih dari 5% populasi dunia – atau 430 juta orang – memerlukan rehabilitasi untuk mengatasi gangguan pendengaran yang mereka alami (termasuk 34 juta anak-anak). Diperkirakan pada tahun 2050 lebih dari 700 juta orang – atau 1 dari 10 orang – akan mengalami gangguan pendengaran yang parah. Hampir 80% orang dengan gangguan pendengaran yang melumpuhkan tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Gangguan pendengaran bisa ringan, sedang, berat atau sangat berat. Gangguan ini dapat memengaruhi satu telinga atau kedua telinga dan menyebabkan kesulitan mendengar percakapan atau suara keras. Orang-orang yang memiliki gangguan pendengaran biasanya berkomunikasi melalui bahasa lisan dan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar, implan koklea, dan perangkat bantu lainnya serta teks terjemahan.

Tidak hanya dalam wujud bantuan ABD, tetapi pendampingan dilakukan bersama komunitas-komunitas lain yang konsen pada isu disabilitas tuli, diantaranya kampanye bahasa isyarat, pemeriksaan gangguan pendengaran, aktivitas promotif-preventif lain seperti seminar-seminar.

“Bantuan sedekah ABD bagi anak-anak dengan gangguan dengar (tuli) merupakan sebuah gerakan peduli bertajuk ‘Indonesia Mendengar‘, juga salah satu aktivitas program Peduli Tuna Rungu Indonesia oleh Dompet Dhuafa Jawa Tengah melalui Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Jawa Tengah sejak tahun 2016 silam. Bantuan ABD ini juga sebagai wujud partisipasi dalam upaya rehabilitasi anak-anak dengan gangguan dengar untuk dapat berkomunikasi (bicara),” sebut Syinta, Tim Strategic Partnership Dompet Dhuafa Cabang Jawa Tengah Unit Purwokerto.

Penyaluran donasi bantuan untuk disabilitas amanah donatur Dompet Dhuafa berupa Alat Bantu Dengar (ABD) di wilayah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (14/08/2024).
Penyaluran donasi bantuan untuk disabilitas amanah donatur Dompet Dhuafa berupa Alat Bantu Dengar (ABD) di wilayah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Rabu (14/08/2024).
Potret keluarga Yazdan (tengah), anak dengan gangguan pendengaran, bersama Ana (kiri) ibunda dan Jauhar (kanan), di wilayah Kabupaten Banjarnegara.
Potret keluarga Yazdan (tengah), anak dengan gangguan pendengaran, bersama Ana (kiri) ibunda dan Jauhar (kanan), di wilayah Kabupaten Banjarnegara.

“Alhamdulillah, enggak nyangka dengan bantuan yang diberikan Dompet Dhuafa. Saya merasa tidak sendiri, banyak juga orang tua dan anak lain di luar sana. Sekarang saya penerima manfaat, semoga nanti saya yang bisa ikut membantu anak-anak lain,” sebut Jauhar.

Sebuah keluarga di pedalaman Banjarnegara itu membuktikan bahwa cinta dan kasih sayang mampu mengatasi segala keterbatasan. Meski hidup sederhana, mereka berjuang keras agar anak mereka yang tuli bisa mendengar dunia. Pengorbanannya menjadi hal baik yang sepatutnya kita dengar. Layaknya jika di toko-toko ada promo “Beli Satu, Dapat Satu”, maka kisah keluarga Yazdan mengabarkan bahwa “Beri Satu, Dapat Lebih”. Masih banyak senyum yang bisa merekah karena mendengar dunia, bersama kita lanjut rekahkan senyum itu dengan aksi Indonesia Mendengar. (Dompet Dhuafa)

Teks dan foto: Dhika Prabowo
Penyunting: Dedi Fadlil