Zakat Berhasil Mengakhiri Kemiskinan, Hingga Orang Miskin Sulit Ditemukan

Ilustrasi khalifah abu-bakar

Dalam sejarah kejayaan Islam, zakat pernah berhasil mengakhiri kemiskinan seutuhnya. Peristiwa besar ini terjadi pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ia ditunjuk jadi pemimpin oleh Sulaiman bin Abdul Malik, karena memiliki sikap yang amanah dan moral yang baik. Umar bin Abdul Aziz berkuasa sebagai pemimpin selama kurang lebih tiga tahun, mulai 717 M hingga 720 M.

Umar bin Abdul Aziz juga dikenal karena kebijaksanaan, ketegasan, kedisiplinan, dan perilakunya yang sangat anti dengan korupsi. Selama memimpin, ia membuat kebijakan ketat terkait pengelolaan zakat, dan kebijakan ini dinilai menjadi kebijakan paling populis yang pernah ada. Terbukti, kebijakan pengelolaan zakat ini memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat yang dipimpinnya, khususnya masyarakat miskin.

Zakat Berhasil Mengakhiri Kemiskinan

Berbagai reformasi terjadi di masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, termasuk reformasi syarat dan aturan zakat. Semua jenis harta kekayaan dikenai zakat, termasuk kekayaan dari hasil usaha atau jasa, serta pendapatan dalam berbagai bentuk (gaji, honor, dsb). Manajemen dan pengelolaan dan perhitungan zakatnya pun dikelola secara profesional.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dan diterima dari Zureiq, Maula dari Bani Fuzarah, bahwa Umar bin Abdul Aziz menulis surat padanya setelah ia diangkat menjadi khalifah: “Pungutlah dari setiap saudagar Islam yang lewat di hadapanmu–mengenai harta yang mereka perdagangkan–1 dinar dari setiap 40 dinar! Jika kurang, maka dikurangkan pula menurut perbandingannya, hingga banyaknya sampai 20 dinar. Jika kurang dari itu walau sepertiga dinar pun, biarkanlah jangan dipungut segurusy pun juga! Dan tulislah bukti lunas pembayaran mereka yang berlaku sampai tanggal tersebut di tahun depan.” (Sayyid Sabiq)

Ilustrasi khalifah yang memimpin masyarakat dengan amanah dan mengelola zakat dengan profesional

Dengan kebijakan itu, dana zakat pun berlimpah ruah tersimpan di Baitul Maal. Bahkan, pernah ada satu masa di mana para petugas zakat atau amil kesulitan mencari orang miskin yang membutuhkan. Masyarakat di bawah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz pada masa itu rata-rata berada dalam kondisi ekonomi yang cukup, bahkan mampu membayar zakat.

Umar memerintahkan Yazid bin Abdurrahman—pada saat itu Gubernur Bahgdad—untuk mendistribusikan dana di Baitul Maal yang amat berlimpah. Akan tetapi, Yazid menyebutkan bahwa tidak ada orang yang masuk kriteria untuk menerima dana tersebut, karena semua orang sudah mampu. Akhirnya, Umar memerintahkan Yazid untuk mencari orang yang sedang ingin usaha dan membutuhkan modal. Umar lalu membuat kebijakan untuk memberikan modal pada orang tersebut, tanpa ia harus mengembalikannya.

Melalui kisah ini, kita semua bisa tahu bahwa kebijakan Umar bin Abdul Aziz kala itu membuktikan zakat memiliki banyak sekali hikmah. Zakat juga bukan hanya dapat memberantas kemiskinan, lebih jauh dari itu, zakat mempu menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Menaikkan kemampuan dan status ekonomi mereka.

Baca juga: Ini Peran Zakat dalam Memberantas Kemiskinan

Zakat Hanya untuk 8 Golongan Asnaf

Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz, zakat disalurkan kepada beberapa kategori prioritas. Misalnya orang fakir, miskin, orang sakit, dan disabilitas.Orang-orang yang sedang kesusahan, seperti orang yang sedang dalam hukuman dan terlilit utang juga menjadi penerima zakat. Khalifah Umar sendiri adalah orang yang sangat memperhatikan orang-orang yang membutuhkan, ia pernah membuatkan rumah makan khusus untuk fakir, miskin, dan ibnu sabil. Hal ini telah sesuai dengan syariat Islam yang menggolongkan penerima zakat ke dalam 8 asnaf.

Kebijakan Umar bin Abdul Aziz Saat Jadi Khalifah

Sejak resmi diangkat sebagai pemimpin, Umar bin Abzul Aziz langsung mengumpulkan rakyatnya untuk memberikan pengumuman penting. Bahwa, ia menyerahkan seluruh harta kekayaan dirinya dan keluarganya yang tidak wajar kepada umat muslim melalui Baitul Maal. Harta itu terdiri dari tanah-tanah perkebunan di Maroko, tunjangan di Yamamah, Mukaedes, Jabal Al Wars, Yaman dan Fadak, serta cincin pemberian dari Al Walid.

Umar tidak mengambil sepeser pun uang dari Baitul Maal, termasuk harta rampasan perang yang bisa menjadi hak miliknya. Bahkan, aturan ini tak hanya diterapkan kepada dirinya saja, tetapi juga diterapkan kepada para bawahannya. Mereka diminta untuk mengembalikan harta yang bersumber dari hal-hal yang tidak sah kepada Baitul Maal.

Tak hanya menarik zakat dari warga yang mampu, Umar juga berdakwah tentang pentingnya sedekah. Harta umat Islam yang dihimpun tidak membuat Umar kaya, melainkan membuat seluruh umat Islam kaya. Kebijakan yang ditetapkan Umar sangat luar biasa, sebab tak semua pemimpin bisa melakukan hal yang sama.

Baca juga: Peran Amil Zakat di Masa Rasulullah SAW dan Masa Kini

Selain itu, Umar juga menghemat anggaran negara dan memberikan gaji yang sesuai untuk para pejabatnya. Ia menerapkan pemberian gaji yang cukup, tidak tinggi atau berlebihan, agar tak terjadi perbedaan kelas sosial yang kontras di masyarakatnya. Kebijakan ini tentu tidak disukai oleh pihak-pihak tertentu yang biasa bersikap sesuka hati tanpa perhitungan. Kebijakan ini cukup bertentangan dengan yang dilakukan khalifah-khalifah sebelumnya di mana mereka memperkenankan pejabat negara mengambil kekayaan negara langsung dari Baitul Maal untuk kebutuhan diri sendiri serta keluarganya.

Islam Berjaya

Kita harus optimis bahwa keberhasilan zakat dalam mengakhiri kemiskinan umatnya juga bisa kita raih di masa ini. Untuk mewujudkannya, diperlukan juga pemimpin yang amanah, konsisten dalam dakwah, dan mengorganisir kebaikan dengan benar agar zakat dapat memberikan maslahat bagi seluruh umat. Sehingga, Islam bisa kembali berjaya.

Saat ini, masih ada banyak kaum fakir dan miskin di Tanah Air, dan mereka harus dibantu. Oleh sebab itu, jangan lupa tunaikan zakatmu ya Sahabat! Karena, harta yang kita keluarkan akan dapat menolong orang-orang yang membutuhkan, sekaligus menolong diri kita sendiri dari ujian di dunia dan akhirat.

(RQA)