Kehilangan Kedua Kaki Karena Berdagang, Demi Keluarga Heri Tetap Semangat Bejuang (Bagian Dua)

BOGOR — Kejadian itu menjadi semakin naas karena Heri dan keluarganya bukan lah orang yang memiliki harta. Sebab tak memiliki biaya untuk segera dilakukan tindakan amputasi, ia harus menunggu selama 5 (lima) hari hingga biaya terkumpul. Lima hari untuk anggota tubuh yang remuk tentu adalah waktu yang sangat lama. Kaki yang terlidas awalnya hanya sampai mata kaki saja, amputasinya pun mungkin hanya sebatas sampai atas mata kaki. Namun selama lima hari itu, infeksi organ pada bagian yang putus semakin menjalar hingga ke lutut. Bahkan, menurut Heri, terlihat belatung-belatung sudah mulai ikut menggerogoti otot-otot kakinya.

Baca Juga: https://dompetdhuafa.org/id/berita/detail/Kehilangan-Kedua-Kaki-Karena-Berdagang–Demi-Keluarga-Heri-Tetap-Semangat-Berjuang–Bagian-Satu

“Setelah itu saya dilarikan ke Rumah Sakit Bhakti Yudha. Karena tidak ada ruangan jadi saya dioper ke RS Cipto. Di sana belum dapat juga tempat buat saya, sampai akhirnya saya dapat tempat di RSUD Cibinong. Di situ belum ada tindakan. Dari pertama saya datang di rumah sakit, baru dilakukan amputasinya sekitar lima harian baru operasi. Sampai kaki saya sudah membusuk, dibilangnya sampai udah ada belatung. Karena mungkin dari faktor biaya yang tidak ada, trus ditambah saat itu belum ada BPJS seperti saat ini. Jadi ya tindakannya lama sampai 5 (lima) hari,” jelasnya, Senin (7/2/2022).

Heri pun sempat merasa putus asa dengan kehidupannya setelah kejatuan itu. Oleh teman-teman dan keluarganya, Heri dibujuk untuk bergabung dalam sebuah perkumpulan para difabel, juga mengkuti pelatihan-pelatihan dari dinas sosial. Di sana ia mengaku banyak melihat kawan-kawannya yang lain bahkan lebih tragis darinya. Akhitnya ia mendapat sebuah motivasi untuk terus bangkit. Ia juga percaya Allah tidak akan pernah membeda-bedakan hambanya berdasarkan fisik saja.

“Walaupun saya punya keterbatasan, sebisa mungkin saya harus bisa hidup mandiri dan bermanfaat. Motovasi saya, walaupun kita menangis darah, walaupun kita mau teriak-teriak sekeras apapun. Tidak akan kita kembali seperti semula. Mau nggak mau apapun yang sudah terjadi harus dijalani apa adanya. Kalau melihat saya yang dulu sebelum seperti ini rasa untuk minder pasti ada. Bagaimanapun sesekali rasa tidak percaya diri kadang muncul. Namun bagaimanapun saya sebisa mungkin saya lawan rasa itu. Mungkin ini adalah kehedak Yang Maha Kuasa. Di mata Allah kan semua manusia itu sama,” jelasnya.

Setelahnya berbagai pekerjaan dijajalnya. Mulai dengan mencoba kembali berdagang asongan, jual-beli batu, hingga jual-beli burung yang hingga kini masih digelutinya. Kegigihannya itu menghasilkan sebuah pertemuan dengan seseorang wanita yang sangat memahaminya. Ia bertemu dengan Nengsih yang juga seorang tunadaksa dan kemudian mempersuntingnya pada tahun 2014. Merasa memiliki tanggung jawab yang lebih, Heri kemudian mencoba mencari pendapatan lain dengan menjadi tukang parkir pada tahun berikutnya, 2015.

Ia mengatakan, istrinya adalah sosok perempuan yang sangat baik hatinya. Bahkan ia menyebut kelewat baik. Apapun kondisi Heri maupun kondisi keluarga yang begitu seba kekurangan, namun Nengsih selalu bisa mengerti. Segala kondisi susah maupun senang selama 8 tahun pernikahannya, Nengsih selalu tidak pernah mengeluh menemani sang suami.

Pada suatu waktu, Nengsih mengajak Heri untuk kembali berjualan jajanan seperti yang dulu kala Heri lakukan. Namun dengan kuantitas yang lebih besar dan juga tidak perlu mengeluarkan tenaga banyak untuk jalan ke sana ke mari. Di buka lah toko kelontong di dalam rumah dengan alasan supaya tidak terlalu sulit untuk harus membawa keluar-masuk saat akan buka-tutup toko.

“Meskipun dia lagi tidak enak badan, namun semua pekerjaan rumah dia selalu kerjakan. Sampai dalam hal ibadah, sepusing apapun kondisi dia, dia tetap jalani. Mau saya dapat nafkah berapa pun tidak pernah dia mengeluh. mangkanay saya bilang istri saya itu kelewat baik,” ucap Heri terus-menerus memuji istrinya.

Harapan terbesar Heri saat ini adalah untuk terus bisa berusaha membahagiakan dan membuat sang istri senang. Ia sangat ingin mengembangkan usaha sang istri hingga kelak mampu membangun rumah sendiri bersanding dengan kios jualan, meskipun kecil hanya muat untuk dua orang.

Namu tentu, ia menyadari keinginan-keinginan dan usaha-usaha itu tak bisa dipungkiri membutuhkan modal. Sepanjang yang sudah Heri alami, segiat apapun usaha tentu tetap sangat membutuhkan banyak dukungan salah satunya dukungan modal. Adanya dukungan dana santunan untuk disabilitas penjuang keluarga dari Dompet Dhuafa dan Imperial Kitchen & Dimsum sangat berarti baginya. Ia mengatakan bantuan yang didapatnya ini akan ia gunakan untuk mengembangkan usaha sang istri supaya dapat meningkatkan pendapatan. Selanjutnya ia akan mengembangkan usaha jual-beli burung yang dijalaninya saat ini. (Dompet Dhuafa / Muthohar)